REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan mewanti-wanti kepada perusahaan finansial berbasis teknologi (fintech) agar memiliki inisiatif untuk mengedepankan transparansi. Hal itu terutama soal tarif dan komisi dalam pengelolaan dana kepada nasabah.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, regulator ke depannya akan mengatur mengenai transparansi di Fintech "peer to peer lending". Aturan itu akan lebih detail untuk menjamin perlindungan dana nasabah di Fintech.
"Khusus peer to peer lending, kami atur. Tapi secara umum, aturan akan ada yang latar belakangnya perlindungan konsumen," ujarnya.
Wimboh mengatakan, transparansi diperlukan agar dana masyarakat di dalam Fintech tetap terjaga. Hal itu juga menghindari lepasnya tanggung jawab dari Fintech.
OJK juga akan meminta bank dan penyedia jasa niaga daring (e-commerce) yang bekerja sama dengan Fintech untuk memublikasikan besaran komisi yang dikenakan kepada nasabah. "Ada satu yang kami sangat peduli. Mau peer to peer lending, Gojek, kami peduli pada perlindungan nasabah. Ini yang akan kami coba garap," ujar dia.
Hingga November 2017, OJK mencatat dana fintech peer to peer lending (P2P lending) mencapai Rp 1,9 triliun atau menunjukkan tren pertumbuhan 20 persen setiap bulannya.