Senin 05 Feb 2018 16:06 WIB

Green Bond untuk Pembiayaan Infrastruktur Diperbesar

Target utama obligasi berwawasan lingkungan untuk pembangunan sektor transportasi.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nur Aini
Pekerja menyelesaikan pembangunan proyek Light Rail Transit (LRT) Atau kereta api ringan dikawasan Kelapa Gading, Jakarta, Ahad (14/1).
Foto: Mahmud Muhyidin/Republika
Pekerja menyelesaikan pembangunan proyek Light Rail Transit (LRT) Atau kereta api ringan dikawasan Kelapa Gading, Jakarta, Ahad (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) melalui Unit Tim Fasilitasi Pembiayaan Investasi Nonanggaran Pemerintah (PINA Center) mendorong pembiayaan infrastruktur yang berwawasan lingkungan dengan penerbitan green bond.

Dorongan tersebut diwujudkan melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara PT Efek Beragunan Aset (EBA) Indonesia, dan The Climate Bonds Initiative (CBI) yang difasilitasi oleh PINA, di kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Senin (5/2). Target utama pembiayaan melalui skema green bond antara lain, sektor perkeretaapian, pelabuhan, hingga sektor kebandarudaraan. Sebab, Green Bonds juga memiliki tujuan mengembangkan infrastruktur yang dapat menekan populasi kendaraan bermotor di jalan raya.

Skema green bond telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai negara dalam pengembangan infrastruktur. Misalnya pada sektor perkeretaapian, China Railway Corp sebesar 222 miliar dolar AS, Indian Railways sebesar 14,7 miliar dolar AS, hingga Korea Railroad sebesar 10,5 miliar dolar AS memanfaatkan skema ini dalam jumlah masif. Meksiko juga memanfaatkan skema green bond untuk mengembangkan sektor kebandarudaraan sebesar 2 miliar dolar AS.

CEO PINA Center, Ekoputro Adijayanto, mengatakan, pembangunan infrastruktur sangat sarat dengan modal dan pembiayaan. Jika hanya mengandalkan APBN, maka akan memberatkan APBN. "Oleh karena itu, kali ini kami mendorong satu alternatif financing yaitu mengelaborasi adanya alternatif green bond," kata Eko dalam konferensi pers acara MoU tersebut.

Eko menjelaskan, skema Green Bonds sangat relevan menyasar infrastruktur. Sebab, dengan perkembangan global yang konsen dengan perubahan iklim menjadi keniscayaan investasi di infrastruktur yang ramah lingkungan. "Segala sesuatu yang mengurangi kendaraan bermotor energi fosil itu sasaran green bonds, seperti kereta api. Investasi kita yang nonjalan raya itu masih kurang. Karenanya, MRT, tol laut, dan bandara didorong," kata Eko.

Eko menambahkan, pendekatan tersebut merupakan proses untuk memperkenalkan green bond di Indonesia. Green Bonds memiliki dua pendekatan, yakni, instrumen keuangan jangka panjang sampai 30 tahun, serta dari sisi ramah lingkungan di mana adanya syarat proyek-proyek alternatif terhadap penggunaan infrastruktur jalan raya.

Presiden Direktur PT EBA Indonesia, Yudhi Ismail, mengatakan, di Indonesia perlu orang yang fokus mempromosikan green bonds. Sebab, Indonesia membutuhkan pembiayaan yang luar biasa untuk proyek infrastruktur.

"Saya melihat pasar modal harus terus dikembangkan untuk pembiayaan murah dan jangka panjang. Green bonds setelah dikeluarkan kebanyakan tenornya 30 tahun dan terus bisa direfinancing," ucap Yudhi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement