REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dewan PerwakilanRakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah secara tegas menyatakan penolakan terhadap rencana impor beras yang akan dilakukan pemerintah.
Anggota Komisi B DPRD Jawa Tengah, Riyono, menyebutkan kebijakan tersebut sangat merugikan petani dan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian nasional. Bagi Jawa Tengah, kebijakan impor beras bakal merugikan para petani yang dalam waktu dekat bakal memasuki masa panenraya.
"Impor beras akan mengganggu keberlangsungan hidup petani," katanya, di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (1/2).
Riyono melanjutkan, impor beras secara tidak langsung menyudutkan posisi petani di tengah gencarnya program pemerintah untuk mampu meraih kembali swasembada pangan yang pernah disandang Indonesia pada 1984.
Selain itu, impor beras tidak hanya membawa konsekwensi terhadap turunnya harga gabah di tingkat petani, namun juga disinsentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitas padi, mengurangi cadangan devisa, dan ketergantungan Indonesia terhadap pangan luar negeri.
Agar impor beras tak berulang di masa yang akan datang, Riyono menyarankan, pemerintah pusat menghindari impor beras secara berkelanjutan dengan meningkatkan produktivitas dan produksi padi secara nasional.
Upaya tersebut, kata dia, dapat ditempuh pemerintah dengan melakukan promosi pengembangan sistem dan usaha agribisnis berbasis usaha tani padi. Program promosi dapat dilakukan secara berkelanjutan menyangkut pengembangan infrastruktur mendukung usaha tani padi dan meningkatkan akses petani terhadap sarana produksi dan sumber permodalan.
Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan mutu intensifikasi usaha tani padi dengan menggunakan teknologi maju, serta meningkatkan akses petani terhadap sarana pengolahan pascapanen dan pemasaran.
Riyono juga menyarankan, harus ada kebijakan khusus mengenai pembelian gabah oleh pemerintah. "Apakah melalui Bulog atau Perusahaan Umum Daerah dengan harga yang sangat layak bagi petani," kata politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Menurut dia, kiat itu akan menggairahkan petani untuk berusaha secara intensif sekaligus mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para petani. Di sisi lain, pemerintah wajib menjaga harga beras sehingga tidak merugikan konsumen, termasuk petani itu sendiri.
Dampak buruk impor beras bagi petani diamini pula oleh anggota Komisi B DPRD Jateng Ikhsan Mustofa. Ia mengatakan, salah satu akibat impor beras adalah turunnya harga gabah di tingkat petani.
Padahal, Jawa Tengah akan panen raya padi dengan luas mencapai sekitar 300 ribu hektare dengan produksi sekitar 6 ton per hektare. Dengan kondisi ini, pasokan panen nantinya mencapai 900 ribu ton. "Sayangnya, harga Gabah Kering Panen (GKP) di petani saat ini turun sekitar Rp 800 per kilogram," ujarnya.
Dia mencontohkan Kabupaten Kudus yang akan panen raya padi dengan dominasi varietas ciherang dan IR 64 yang memiliki produktivitas 7 ton sampai 8 ton per hektare. Pada Januari, Kudus diprediksi berhasil memanen 1.730 hektare sawah setara 6.228 ton beras. Pada Februari, Kudus diperkirakan akan memanen 7.163 hektare sawah setara 25.780 ton beras, serta Maret memanen 2.293 hektare sawah setara 8.251 ton beras.
Adapun untuk konsumsi penduduk Kudus yang mencapai 841.499 jiwa hanya membutuhkan 6.513 ton beras per bulan, sehingga untuk Februari saja Kudus sudah surplus 19.267 ton beras dan Maret surplus 1.738 ton beras.
"Ini bukan ilusi panen, harga gabah mulai turun," jelasnya.
Ikhsan menambahkan, panen padi Provinsi JawaTengah pada Januari 2018 mencapai 109 ribu hektare, Februari seluas 329 ribu hektare, dan Maret seluas 293,6 ribu hektare. Produksi Januari adalah 613 ribu ton GKG setara 370 ribu ton beras, Februari 1.92 juta ton GKG setara 1,16 juta ton beras, dan Maret 1,73 juta ton GKG setara 1,05 juta ton beras.
Adapun konsumsi beras penduduk JawaTengah yang berjumlah 34,49 juta jiwa adalah 267 ribu ton beras per bulan. Atas kondisi tersebut, sebenarnya tidak perlu ada impor beras mengingat konsumsi penduduk Jawa Tengah mengalami surplus beras.
"Berdasarkan data ini, maka bulan Januari terjadi surplus beras 102 ribu ton, Februari surplus 891 ribu ton, dan Maret surplus 778 ribu ton beras. Adanya rencana impor beras sudah mengakibatkan harga gabah mulai turun dari sebelumnya Rp 6.000 per kilogram dan kini menjadi sekitar Rp 5.300 per kigogram," ujar Ikhsan.