Selasa 30 Jan 2018 03:07 WIB

Rumah Murah Terganjal Pembebasan Lahan di Daerah

Pengusaha meminta Gubernur untuk menyederhanakan perizinan.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Contoh rumah sederhana
Foto: blogspot.com
Contoh rumah sederhana

REPUBLIKA.CO.ID,PADANG -- Pembangunan rumah murah atau rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di daerah terkendala susahnya pembebasan lahan. Di Sumatra Barat misalnya, program pemerintah 'Sejuta Rumah' belum sepenuhnya tercapai.

Catatan DPD Real Estate Indonesia (REI) Sumatra Barat, dari target pembangunan 6 ribu rumah untuk MBR di tahun 2017, baru terealisasi sebanyak 3.700 unit rumah. Ketua REI Sulaiman Sumawinata memaparkan, sebetulnya tak semua daerah gagal mencapai target pembangunan rumah MBR.

Untuk skala nasional, tahun 2017 lalu berhasil dibangun 206 ribu unit rumah MBR, dari targetnya sebanyak 200 ribu rumah. Meski demikian, ia mengakui bahwa perkara perizinan masih menjadi batu pengganjal dalam program 'Sejuta Rumah' di daerah.

"Memang dalam perjalanannya banyak kendala, termasuk perizinan. Saya minta Pak Gubernur koordinasikan Pemda menyederhanakan izin," kata Sulaiman, Senin (29/1).

Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno (IP) menyebutkan pihaknya menampung masukan dari pihak pengembang. Apalagi, Presiden Jokowi dalam rapat terakhir bersama seluruh pimpinan daerah di Istana Negara menyinggung soal sulitnya investasi di daerah.

Sentilan Presiden tersebut, lanjut IP, sudah cukup kuat untuk membuat seluruh Pemda berbenah diri dalam hal kemudahan investasi. "Kok tidak bisa berlari kencang, kenapa kok lambat. Yang membuat kita lambat adalah izin-izinnya. Satu izin bisa beratus lembar," katanya.

Pengembangan perumahan oleh REI memang lebih banyak memfokuskan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Saat ini target utama pengembang adalah kalangan PNS, TNI/Polri, pekerja kawasan industri, dan pekerja informal. Hal itu sebagai upaya pengembang untuk mendukung kebijakan program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

REI sendiri telah membuat program kerjasama dengan berbagai pihak untuk mewujudkan proyek tersebut. Untuk menjangkau pasar prajurit TNI/Polri pihaknya telah bekerja sama dengan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP) dan Mabes Polri.

Bagi PNS juga telah dilakukan kerjasama dengan Korpri dan Bapertarum-PNS guna mendukung pembiayaan. REI juga telah bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan guna menyediakan hunian bagi pekerja.

Menurut data BPS, jumlah pekerja di sektor informal per awal 2107 mencapai 58,35 persen dari jumlah pekerja di Indonesia yang diperkirakan mencapai sekitar 140 juta jiwa. Artinya ada potensi pasar perumahan sekitar 80 juta jiwa di sektor informal yang mampu menuntaskan angka kekurangan (backlog) perumahan yang mencapai 11,4 juta jiwa.

REI sendiri telah mengupayakan kerja sama antara pengembang besar dan kecil melalui kolaborasi di 10 provinsi tahun ini. Kerja sama itu diharapkan akan meningkatkan kemampuan finansial, teknis, manajemen dan SDM daerah.

REI juga memperhatikan pada pembangunan perumahan di kawasan terpencil atau perbatasan yang kurang mendapat pasokan rumah murah terjangkau. Seperti di Mentawai (Sumatera Barat), dan Lingga (Kepri). Program sejuta rumah ini diharapkan dapat menggairahkan pengembang daerah dan membuka lapangan kerja baru. Sehingga menunjang pemerataan pembangunan di seluruh tanah air.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement