REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Krisis Rohingya telah mengakibatkan 340 ribu anak terlantar di kampung pengungsian Bangladesh. Bahkan, lebih dari 60 persen anak-anak Rohingya berusia antara lima dan 17 tahun tidak bisa bersekolah. Kemiskinan dan akses pendidikan yang tidak memadai, menjadi faktor utama penyebab hal itu terjadi. seperti yang banyak dilansir oleh lembaga dunia akhir-akhir ini.
Seiring gerak dan aktivitas tim LAZIS Wahdah dalam berbagai bentuk kegiatannya di kampung pengungsian Bangladesh, satu tekad yang terus dijaga dari awal oleh tim adalah Bangkitkan Rohingya dengan Pendidikan. Sebab, sejarah telah mencatat bahwa perjuangan atas keadilan dan hak-hak dasar manusia itu banyak dipelopori oleh para kaum terdidik.
"Alhamdulillah, telah mendapatkan lokasi tanah wakaf khusus untuk bangunan sekolah permanen, lokasi yang disumbangkan oleh seorang warga kepada Wahdah Islamiyah itu berada tidak jauh dari perbatasan Bangladesh-Myanmar, tepatnya di Jadimora, Nay Para, Tekhnaf-HWY, Coxs Bazar, Bangladesh," ujar Direktur Utama LAZIS Wahdah, Syahruddin C Asho dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Jakarta, Sabtu (27/1).
Pengungsi Rohingya telah lama berada di lokasi ini. Bahkan sebagian ada sejak 1994 silam. Ini menunjukkan bahwa krisis kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya, telah lama terjadi.
Sekolah yang dibangun atas donasi yang melalui LAZIS Wahdah tersebut diberi nama Sekolah Tahfizh Quran (STQ) Ummatan Wahidah. Sekolah itu dibangun dengan harapan menjadi tempat belajar Alquran dan bahasa, serta belajar menghitung dan menulis bagi anak-anak pengungsi Rohingya sebagai bekal mereka di kemudian hari.
"Pembangunan sekolah masih terus dilakukan, Alhamdulillah dapat tanah Wakaf walaupun tidak besar. Sebab di sana tidak mudah untuk dapat lokasi bangun sekolah. Namun bisa untuk enam ruang kelas nanti. Sekarang ini sedang pengerjaan lantai duanya. Insya Allah, target kita dua atau tiga bulan lagi selesai," ucapnya.