Rabu 24 Jan 2018 13:21 WIB

LRT Roboh, Proyek Infrastruktur Dinilai Belum Terapkan K3

Kecelakaan kerja akan terus terjadi bila tidak dicari akar penyebabnya.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nur Aini
Kendaraan melintas di samping konstruksi proyek Light Rapid Transit (LRT) yang roboh di kawasan Jalan Raya Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, Senin (22/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kendaraan melintas di samping konstruksi proyek Light Rapid Transit (LRT) yang roboh di kawasan Jalan Raya Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, Senin (22/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Indonesia (A2K4) mengatakan, proyek infrastruktur yang kini tengah berjalan belum sepenuhnya dibarengi penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pasalnya sejak 2017, berbagai kecelakaan kerja konstruksi terjadi.

Menurutnya, kecelakaan itu akan terus terjadi bila tidak dicari akar penyebabnya. Maka perlu ada upaya pengendaliam risiko kecelakaan secara sistemik dan holistik.

"Jadi harus dicari penyebab dasarnya. Apalagi, kejadian pasti hari libur serta malam atau dini hari," kata Ketua Umum A2K4 Lazuardi Nurdin kepada wartawan di Jakarta, Selasa, (23/1).

Sebelumnya, robohnya box girder di pembangunan Light Rail Transit (LRT) Velodrome di Jakarta juga terjadi pada dini hari. "Artinya perlu pengawasan lebih intens lagi, jadi (pastikan) siapa yang akan awasi pekerja saat hari libur. Apalagi siklus kerja kita di proyek jam panjang, sedangkan jam libur orang pengen istirahat," kata Lazuardi.

Menurutnya, pengawasan pada kerja konstruksi di hari libur dan dini hari melemah. Konsentrasi pekerja pun mulai menurun.  "Perlu ada engineering masuk khusus tengah malam," ujarnya. Ia mengungkapkan, shift para pekerja konstruksi juga harus diperhatikan.

"Kompetensi di setiap shift harus diperhatikan. Apakah shift 1, 2, dan 3 punya standar kompetensi sama," tambahnya.

Ke depan, ia berharap tidak mendengar lagi ada kecelakaan kerja di berbagai proyek konstruksi. "Dengan dilaksanakan pekerjaan insfrasruktur harus dibarengi dengan memperhatikan keselamatan kerja," kata Lazuardi.

Selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur dilakukan secara masif. Untuk pembangunan jalan raya misalnya, dalam waktu 2015 sampai 2017 mencapai lebih dari 2.623 kilometer telah dibangun.

Selanjutnya sampai 2019, pemerintah menargetkan, pembangunan jalan raya bisa mencapai 2.650 kilometer. Sedangkan untuk pembangunan jembatan, yang dikerjakan sepanjang 2015 sampai 2017 mencapai 25.149 meter, targetnya hingga 2019 bisa menembus 29.859 meter.

Selanjutnya untuk jalan tol, pemerintah menargetkan pembangunan bisa mencapai 1.000 kilometer dalam lima tahun. Bahkan pemerintah optimis realisasinya lebih dari ekspektasi. Diperkirakan sampai 2019, pembangunan jalan tol dapat menyentuh 1.852 kilometer. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement