REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengeluarkan imbauan pada pemberi kerja dan wajib pajak (WP). Hal ini menjelang periode pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama meminta seluruh pemberi kerja dan bendaharawan agar melaksanakan pemotongan PPh Pasal 21, serta mengisi, dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21/26 Masa Desember 2017 termasuk formulir 1721-I secara benar dan tepat waktu. Bukti pemotongan 1721 A1/A2 merupakan dasar pengisian SPT PPh Tahunan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi serta penyediaan SPT Tahunan pre-populated.
"Dengan mengisi bukti pemotongan secara benar dan melaporkannya tepat waktu, para
pemberi kerja dan bendaharawan membantu para pegawai atau karyawan dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan mereka sekaligus berpartisipasi dalam meningkatkan
kepatuhan pajak nasional," ujar Hestu melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (19/1).
Sementara, bagi WP Badan Ditjen Pajak mengingatkan mengenai tambahan dokumen terkait Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015. WP yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan modalnya terbagi atas saham-saham serta memiliki utang dan mengurangkan biaya pinjaman dalam penghitungan penghasilan kena pajak wajib menyampaikan laporan penghitungan besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal sebagai lampiran SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan.
Tambahan dokumen tersebut tidak berlaku bagi WP yang bergerak di bidang usaha perbankan, pembiayaan, asuransi, infrastruktur, pertambangan tertentu, atau yang atas seluruh penghasilannya dikenai PPh yang bersifat final. WP yang mempunyai utang swasta luar negeri wajib menyampaikan laporan utang swasta luar negeri sebagai lampiran SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan. "Ketentuan lengkap terkait penentuan besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal dan tata cara pelaporan utang swasta luar negeri ini dapat dilihat pada Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-25/PJ/2017," ujar Hestu.
Untuk tambahan Dokumen terkait Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016, WP yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa harus melampirkan Ikhtisar Dokumen Induk dan Dokumen Lokal, dan Laporan per Negara dalam SPT Tahunan PPh Badan. Tata cara pengelolaan dan pelaporan Laporan per Negara mengacu pada Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-29/PJ/2017.
Kemudian, penyampaian SPT dalam bentuk dokumen elektronik mengikuti ketentuan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-01/PJ/2017. Laporan penghitungan besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal, laporan utang swasta luar negeri, Ikhtisar Dokumen Induk dan Dokumen Lokal, serta tanda terima Laporan per Negara disampaikan sebagai bagian dari dokumen atau keterangan yang harus dilampirkan dalam SPT Elektronik sebagai satu file dengan format Portable Document Format (PDF).
Sementara, bagi Wajib Pajak Peserta Amnesti Pajak, Ditjen Pajak mengimbau, peserta amnesti yang menyatakan akan melakukan repatriasi aset memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi harta tambahan secara berkala setiap tahun selama tiga tahun. Peserta amnesti yang mengungkapkan harta tambahan yang berada di dalam negeri
memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan penempatan harta tambahan secara
berkala setiap tahun selama tiga tahun.
Batas waktu penyampaian laporan pengalihan dan realisasi investasi dan laporan penempatan harta tambahan mengikuti saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2017 untuk laporan tahun pertama, Tahun Pajak 2018 untuk laporan tahun kedua, dan Tahun Pajak 2019 untuk laporan tahun ketiga. "Ketentuan lengkap terkait tata cara pelaporan ini dapat dilihat pada Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2017," kata Hestu.