REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menetapkan kuota impor garam untuk keperluan industri sebesar 3,7 juta ton pada 2018. Keputusan tersebut diambil melalui rapat koordinasi terbatas yang digelar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Darmin mengaku, kuota tersebut sesuai dengan kebutuhan garam dari para pelaku industri.
"Kita memutuskan 3,7 juta ton. Impor saja," ujar Darmin di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (19/1).
Darmin menjelaskan, secara aturan impor garam industri membutuhkan rekomendasi Menteri Kelautan dan Perikanan. Menurut Darmin, saat ini Indonesia belum mampu memproduksi garam industri. Akan tetapi, timbul masalah karena data kebutuhan garam industri justru dimiliki oleh Kementerian Perindustrian.
Dari rapat koordinasi tersebut, kata Darmin, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita meminta supaya rekomendasi tidak diperlukan setiap kali dilakukan impor. Sehingga, impor bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan industri yang menggunakan garam seperti petrokimia dan kaca.
Darmin mengaku, terdapat perdebatan terkait dengan kebutuhan garam untuk industri. Ia mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusulkan kuota impor garam industri sebesar 2,2 juta ton per tahun. Sementara, Kemenperin mengantongi data kebutuhan garam industri sebesar 3,7 juta ton per tahun.
Setelah menimbang akurasi data, ia pun memutuskan untuk memenuhi impor sesuai kebutuhan dari Kemenperin. "Tapi itu kan tidak sekaligus juga. Paling-paling berapa kemampuannya sebulan. Nanti dalam perjalanannya bisa kita lihat," ujar Darmin.
Darmin mengaku, importasi garam industri adalah untuk mendukung pengembangan industri di Indonesia. Ia mengaku, terdapat ratusan industri yang membutuhkan garam. Ke depannya, Menko Darmin meminta kalangan industri untuk bisa membuat perencanaan yang baik terkait kebutuhan garam.
"Intinya, kita ingin industri bisa bikin perencanaan yang baik. Susah kalau kemudian dia bikin rencana, garamnya tidak ada," ujar Darmin.