Ahad 14 Jan 2018 12:05 WIB

4 Kejanggalan Rencana Impor Beras Pemerintah

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Dwi Murdaningsih
Harga Beras Naik. Pembeli memilih beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Kamis (11/1).
Foto: Republika/ Wihdan
Harga Beras Naik. Pembeli memilih beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Kamis (11/1).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritik rencana pemerintah untuk mengimpor beras sebesar 500 ribu ton. Menurut dia, rencana tersebut membuktikan kacaunya tata kelola pangan pemerintah, sekaligus menunjukkan rendahnya mutu data pangan yang selama ini dimiliki pemerintah.

"Saya melihat kebijakan impor beras ini sangat aneh. Pernyataan pemerintah tidak ada yang sinkron satu sama lain," ujar Fadli Zon melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (14/1).

Fadli Zon mengatakan, sedikitinya terdapat empat keanehan yang terjadi dalam rencana impor beras. Pertama, Kementerian Pertanian hingga saat ini masih klaim Januari 2018 ini Indonesia mengalami surplus beras sebesar 329 ribu ton. Dengan mengacu data BPS, Kementan menyatakan bahwa sepanjang 2017 produksi beras mencapai 2,8 juta ton, sementara tingkat konsumsi sekitar 2,5 juta ton. Jika angka-angka ini benar, seharusnya memang surplus beras. Namun anehnya, harga beras di pasar justru merangsak naik.

Kedua, pemerintah menyebut bahwa kelangkaan beras terjadi pada golongan beras medium, yang selama ini dikonsumsi oleh kalangan menengah, tapi izin impor yang diterbitkan Kementerian Perdagangan malah untuk beras premium.

Kemudian kejanggalan yang ketiga, pemerintah berdalih impor beras bulan ini untuk menstabilkan harga beras, artinya untuk keperluan umum. Namun, sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk Permendag No. 1/2018, yang disusun untuk melegitimasi impor beras ini, izin impor untuk keperluan umum hanya dapat dilakukan oleh Bulog. Nyatanya saat ini Kemendag justru memberikan izinnya ke perusahaan lain.

Terakhir, Fadli Zon yang juga Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) melihat bahwa izin impor ini dikeluarkan pemerintah persis pada saat petani sedang menghadapi musim panen. "Bagi saya, empat keanehan itu sudah lebih dari cukup membuktikan pemerintah selama ini memang tidak transparan dalam mengelola kebijakan pangan," kata Fadli Zon.

KPPU: Pasar Beras di Sulsel Oligopsoni

Dia menilai bahwa bahwa yang membesar-besarkan kenaikan harga beras belakangan ini sebenarnya adalah pemerintah sendiri. Dan itu dipicu oleh aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang tak masuk akal.

Saat keseimbangan harga di pasar beras berada di atas Rp9.000, pemerintah malah menetapkan HET beras medium, misalnya, di angka Rp9.450. kebijakan tersebut benar-benar sulit dinalar. Bahkan muncul kesan kebijakan HET itu seakan-akan merupakan prakondisi untuk melegitimasi impor beras awal tahun ini.

Kalau pun harga beras mengalami kenaikan, sementara di sisi lain pemerintah mengklaim produksi beras sebenarnya sedang surplus, maka yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah melakukan operasi pasar, dan bukannya membuka keran impor beras.

"Jadi, kebijakan tersebut sebenarnya hanya menyakiti petani saja. Lagi pula, angka impor 500 ribu ton itu apa dasar perhitungannya?" kata Fadli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement