REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Meski saat ini sedang berlangsung musim hujan, tetapi ratusan hektare tanaman padi yang tersebar di sejumlah desa di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, justru kekeringan. Petani harus merogoh kocek lebih dalam untuk membiayai penyedotan air dengan menggunakan mesin pompa.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Kandanghaur, Waryono menyebutkan, tanaman padi yang saat ini mengalami kekeringan ada sekitar 550 hektare. Tanaman itu tersebar di DesaKarangmulya, Wirapanjunan, dan Wirakanan.
"Umur tanaman padinya rata-rata 40 harian," kata Waryono kepada Republika.co.id, Jumat (12/1).
Waryono mengatakan, kekeringan terjadi karena minimnya debit air irigasi yang bersumber dari Bendung Rentang dan Sumur Watu. Hal itu ditambah lagi, curah hujan yang turun di wilayah itu sejak awal tahun ini juga cukup rendah.
Kondisi itu diperparah dengan cuaca yang terik di siang hari. Akibatnya, air yang sudah minim malah semakin cepat menguap. "Tanah di areal sawah jadi retak-retak karena kering sekali," tutur Waryono.
Untuk mempertahankan tanaman padi agar tidak mati, para petani pun harus menyedot air dari saluran dengan menggunakan mesin pompa. Akibatnya, mereka mesti merogoh kocek lebih dalam.
Waryono menyebutkan, untuk satu kali mengairi tanaman padi yang kekeringan, biaya pompanisasi yang harus dikeluarkan petani sekitar Rp 500 ribu per hektare. Menurutnya, banyaknya penyedotan air dilakukan sesuai kondisi kekeringan di masing-masing lahan.
Selain untuk menyedot air, kata Waryono, petani juga mesti mengeluarkan modal tambahan guna mencabuti rumput dis awah. Menurutnya, saat lahan kekurangan air, maka rumput akan banyak tumbuh menyaingi tanaman padi.
Untuk biaya mencabuti rumput di lahan sawah seluas satu hektare, dibutuhkan tenaga buruh sebanyak 30 orang. Dengan upah buruh sebesar Rp 60 ribu per orang, maka biaya tambahan yang harus dikeluarkan petani senilai Rp 1,8 juta.
"Sudahlah harus mengeluarkan biayat ambahan untuk pompanisasi, juga harus membayar upah untuk mencabuti rumput," kata Waryono.
Forecaster Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Ahmad Faa Izyn, menjelaskan, selama dasarian I Januari 2018, curah hujan di wilayah utara Jabar seperti Kabupaten Indramayu memang di bawah normal. Hal itu menyusul adanya gangguan cuaca skala regional. "Konsentrasi pembentukan awan hujan lebih cenderung di wilayah selatan dan tengah Jabar, " kata pria yang biasa disapa Faiz itu.
Namun, kata Faiz, mulai pertengahan Januari hingga Februari mendatang, intensitas curah hujan diprakirakan akan meningkat. Diharapkan, hal itu bisa mengatasi kesulitan air yang dialami para petani di sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu.