Selasa 09 Jan 2018 08:25 WIB

Harga Minyak Dunia Naik

Harga minyak dunia (ilustrasi).
Foto: REUTERS/Max Rossi
Harga minyak dunia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak dunia naik tipis pada akhir perdagangan Senin (8/1) atau Selasa (9/1) pagi WIB, setelah data menunjukkan terjadi penurunan mingguan dalam jumlah rig pengeboran di Amerika Serikat. Patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari, naik 0,29 dolar AS menjadi menetap di 61,73 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Maret, bertambah 0,16 dolar AS menjadi ditutup pada 67,78 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Pekan lalu, kedua kontrak naik ke level tertinggi sejak Mei 2015 dengan Brent di 68,27 dolar AS per barel dan WTI di 62,21 dolar AS per barel.

Jumlah rig yang beroperasi di ladang-ladang minyak Amerika Serikat secara tak terduga turun lima rig menjadi 742 rig pada pekan lalu, kata perusahaan jasa ladang minyak Baker Hughes dalam laporan mingguannya pada Jumat (5/1). Harga minyak sedikit berubah pada Senin (8/1), diperdagangkan mendekati level tertinggi sejak Mei 2015, karena kekhawatiran politik di beberapa negara OPEC mengimbangi proyeksi produksi minyak AS yang lebih tinggi.

"Harga minyak berimbang pada sesi perdagangan hari ini. Protes yang sedang berlangsung di Iran, bersamaan dengan penahanan beberapa pangeran baru-baru ini di Arab Saudi, telah menghidupkan kembali kekhawatiran geopolitik," kata Abhishek Kumar, Analis Energi Senior di Global Gas Analytics Interfax Energy di London.

"Namun, prospek kenaikan produksi minyak AS di tengah perbaikan baru-baru ini yang terlihat pada harga minyak, terus mendorong sentimen bearish," kata Kumar.

Produksi minyak AS diperkirakan akan meningkat di atas 10 juta barel per hari, sebagian besar berkat lonjakan produksi pengeboran minyak serpih, menurut data energi federal. "Harga minyak AS sekarang masuk dalam kisaran yang diantisipasi untuk menarik peningkatan produksi minyak serpih (shale oil)," kata Ric Spooner, kepala analis pasar CMC Markets di Sydney.

Meningkatnya produksi minyak AS adalah faktor utama yang melawan penurunan produksi yang dipimpin oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang didominasi oleh Timur Tengah dan Rusia, yang dimulai pada Januari 2017 dan diperkirakan akan berlangsung hingga 2018.

Sebuah sumber OPEC senior dari produsen minyak terkemuka Timur Tengah mengatakan, OPEC memantau kerusuhan di Iran, serta krisis ekonomi Venezuela, namun akan meningkatkan produksi hanya jika ada gangguan produksi yang signifikan dan berkelanjutan dari negara-negara tersebut.

Sementara itu, para pedagang juga terus mengawasi ketegangan politik di Iran. Selama sepekan terakhir, demonstrasi meletus di sejumlah kota Iran menentang kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement