Kamis 04 Jan 2018 03:00 WIB

Cabai Merah Sumbang Risiko Inflasi Awal 2018

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ani Nursalikah
Petani memanen cabai merah.
Foto: Antara/Saiful Bahri
Petani memanen cabai merah.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Harga cabai merah di Kota Padang, Sumatera Barat belum mengalami penurunan sejak akhir 2017 lalu. Berdasarkan pengamatan di lapangan, harga cabai masih bertahan di angka Rp 42 ribu - Rp 44 ribu per kilogram. Harga di awal 2018 ini naik Rp 2.000 per Kg dari akhir tahun lalu. Harga yang tak kunjung turun ini menyumbang risiko inflasi di awal tahun 2018.

Seorang pedagang di Pasar Raya Padang, Anton (47 tahun), mengaku kenaikan harga cabai murah sudah terjadi sejak 2017 lalu meski tidak signifikan. Hanya saja, hingga awal tahun ini harga cabai merah tak kunjung kembali ke harga 'normal' di angka Rp 30-an ribu.

 

"Tapi kenaikan cabai merah ini masih normallah. Cuaca juga nggak bagus kan," kata Anton, Rabu (3/1).

 

Kalangan pedagang, lanjut Anton, juga memaklumi ketika pasokan cabai merah seret lantaran distribusi yang sempat terhalan akibat libur panjang pekan lalu. Perlu diketahui, pasokan cabai merah di Sumatera Barat tak seluruhnya dipenuhi dari produksi lokal. Sumbar masih menerima pasokan dari Jawa dan Sumatera Utara.

 

Sementara untuk bawang merah, harga di Kota Padang masih dipatok di angka Rp 27 ribu atau mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp 24 ribu. Menurut pedagang, kenaikan harga bawang merah juga disebabkan oleh seretnya pasokan akibat cuaca buruk.

 

"Untuk bawang biasanya dipasok dari Kabupaten Solok," kata dia.

 

Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatera Barat memandang cabai merah menjadi salah satu komoditas pangan pokok yang memiliki kontribusi besar dalam menyumbang inflasi tahun 2018 ini. Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, volatile food memang menjadi penyumbang inflasi yang cukup signifikan.

 

Tingkat inflasi di Sumatera Barat sepanjang 2017 lalu berhasil ditutup di angka yang cukup rendah. Perhitungan inflasi diwakili oleh dua kota yang disurvei Badan Pusat Statistik (BPS), yakni Kota Padang dan Kota Bukittinggi. Hasilnya, laju inflasi tahun kalender untuk Kota Padang sebesar 2,11 dan Kota Bukittinggi sebesar 1,37 persen. Begitu pula dengan laju inflasi tahun ke tahun (yoy), mencatatkan angka yang sama.

 

Capaian tingkat inflasi Kota Padang dan Bukittinggi kali ini sebetulnya lebih rendah dari prediksi Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatera Barat yang memasang angka proyeksi di rentang 2,3 persen hingga 2,7 persen (yoy) untuk inflasi. Untuk Desember 2017 saja, tingkat inflasi Kota Padang tercatat sebesar 0,72 persen dan Kota Bukittinggi 0,37 persen.

 

Kepala BPS Sumbar Sukardi menjelaskan, secara umum penyumbang inflasi baik di Kota Padang dan Bukittinggi masih adalah kelompok bahan makanan, dengan andil 0,55 persen. Sementara sisanya secara merata disumbang oleh kelompok makanan jadi, minuman dan rokok; perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; hingga kelompok kesehatan.

 

Di Kota Padang, beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga pada Desember 2017 adalah cabai merah dengan kenaikan harga hingga 10,92 persen, tongkol naik 8,31 persen, dan tarif sewa rumah yang naik 2,74 persen. Sementara di Bukittinggi, komoditas yang mengalami kenaikan harga seperti beras yang naik 2,95 persen, daging ayam ras naik 9 persen, dan cabai merah yang naik empat persen.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement