REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang 2017, industri perbankan syariah di Tanah Air melakukan sejumlah upaya perbaikan kualitas. Presiden Direktur Karim Consulting Indonesia Adiwarman Karim menyampaikan, 2017 diwarnai aksi perbaikan kualitas pembiayaan.
Adiwarman menyebut, kesenjangan jangka pendek (STM) di perbankan syariah naik signifikan, terutama di BUS BUKU II dimana STM naik ekstrim dari 23,4 persen pada Agustus 2016 menjadi 58,86 persen pada Agustus 2017.
Penurunan pembiayaan bermasalah atau non performing finance (NPF) yang terjadi pada BUS BUKU II dari 5,09 persen per Agustus 2016 menjadi 3,55 persen pada Agustus 2017 tidak menggambarkan penurunan risiko pembiayaan. ''Pada 2017, perbaikan kualitas pembiayaan BUS BUKU II ditopang oleh restrukturisasi,'' kata Adiwarman dalam Karim iB Outlook di Kawasan TIM, Cikini, Jakarta pada awal November 2017 lalu.
Restrukturisasi di perbankan syariah secara agregat mencapai Rp 24,52 triliun per Juni 2017. Restrukturisasi terbesar dilakukan oleh BMI yang nilainya mencapai Rp 14,2 triliun pada September 2017.
Sementara di sisi lain, upaya menumbuhkan pembiayaan juga masih belum bisa optimal. Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga atau financing to deposit ratio (FDR) juga menunjukkan penurunan.
FDR di BUS BUKU III turun dari 80,51 persen pada Agustus 2016 menjadi 79,15 persen pada Agustus 2017. Demikian juga FDR di BUS BUKU II dan BUS I yang turun dari 90,93 persen menjadi 82,37 persen untuk periode yang sama.
Permintaan pembiayaan yang masih rendah karena nasabah masih mengamati dan berhati-hati dengan perkembangan kondisi yang ada sehingg lukuiditas bank tidak digunakan optimal.
Tingkat pengembalian aset (ROA) pada 2017 juga lebih rendah dari 2016, yakni 2,09 persen dari 3,42 persen. Karim Consulting memprediksi hingga akhir Desember 2017 aset perbankan syariah nasional akan mencapai Rp 409,33 triliun.