REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan induk usaha (holding) BUMN dinilai positif karena dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing. Hal itu perlu terus diawasi agar tujuan pembentukan holding benar-benar tercapai.
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Golkar Idris Halena menyampaikan, holding pada hakikatnya sangat bagus dalam rangka memperkuat struktur permodalan BUMN, di samping juga meningkatkan efektifitas kinerja dan efisiensi. Namun yang harus diperhatikan adalah jangan sampai pembentukan holding itu justru tidak menciptakan efisiensi.
''Harus dipastikan pembentukkan holding tidak mengakibatkan induk perusahaan yang semula selalu untung jadi terseret dalam kerugian karena anak perusahaan yang mayoritas rugi,'' ungkap Idris melalui pesan aplikasi daring, Senin (18/12).
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Hanura, Inas Nasrullah Zubir menyatakan, holding BUMN diharapkan mengejar ketinggalan daya saing terutama dalam menghadapi MEA. Ia berharap holding tidak dijadikan tujuan tapi sebagai alat untuk mencapat tujuan yakni pembentukan perusahaan yang berdaya saing dan berdaya cipta tinggi.
''Karena itu pemerintah harus memiliki kajian yang komprehensif agar daya saing holding BUMN benar-benar kuat,'' ungkap Inas.
Sebelumnya, pemerintah meyakinkan tidak ingin pembentukan holding BUMN malah merugikan, tapi diharapkan untung dan mampu bersaing dengan perusahaan asing di industri masing-masing. Keberadaan holding BUMN juga diharapkan membuat investasi BUMN lebih optimal.
Sekretaris Perusahaan PT
Semen Indonesia Agung Wiharto belum lama ini mengatakan perusahaan BUMN yang pertama kali melakukan holding adalah perusahaan semen. Pada tahun 1994 ada tiga perusahaan semen BUMN yang tergabung yaitu PT Semen Gresik, PT Semen Padang, dan PT Semen Padang.
"Memang bukan perkara mudah pada saat awal berjalannya holding karena adanya kekhawatiran dari manajemen dan karyawan, termasuk tingginya ego sektoral masing-masing karyawan BUMN," katanya.
Semen Indoneisa adalah BUMN yang pertama kali melakukan holding dan melakukan penawaran saham ke publik di bursa saham, dan menjadi perusahaan multinasional.
Dikatakan, hingga 1974, hanya ada tiga perusahaan semen yang menguasai pasar Indonesia yaitu Semen Padang, Semen Gresik, dan Semen Tonasa. Namun di tahun berikutnya, kapastias produksi ketiganya turun terus karena kalah cepat dengan pabrik semen swasta. "Karena pemerintah tidak punya modal untuk tambah pabrik," kata Agung.