REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, kinerja pembiayaan melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) terus meningkat setiap tahun. Luky mengaku, hal ini positif guna mendiversifikasi sumber pembiayaan APBN.
"Dari tahun ke tahun potensi dan kinerja SBSN terus meningkat. Kami mulai dengan nilai proyek Rp 800 miliar pada 2013, saat ini total proyek mencapai Rp 22,5 triliun pada 2018. Jumlah Kementerian/Lembaga (K/L) pemrakarsa SBSN dimulai dengan satu K/L pada 2013 sekarang sudah tujuh K/L," ujar Luky di Jakarta, Jumat (22/12).
Total penerbitan SBSN sejak 2008 sampai 2017 telah mencapai Rp 758 triliun. Karena sebagian utang syariah sebagian telah dilunasi nilai outstanding-nya saat kurang lebih sekitar Rp 555 triliun. "Jadi, dari share-nya, SBSN sudah capai 17 persen dari keseluruhan surat utang negara," ujar Luky.
Luky mengaku, SBSN berperan dalam mendiversifikasi sumber pembiayaan APBN, mempercepat proyek pembangunan infrastruktur, dan mendukung pengembangan pasar keuangan syariah.
Meski begitu, ia mencatat terdapat sejumlah permasalahan yang menjadi tantangan. Hal itu, salah satunya proses lelang dalam rangka pengadaan barang dan jasa K/L masih banyak yang terlambat dan pembebasan lahan proyek yang belum tuntas saat dimulainya masa konstruksi.
"Kami harap masing-masing K/L melakukan langkah-langkah perbaikan. Kita perlu menyusun roadmap untuk rencana kegiatan pembangunan infrastruktur yang dibiayai SBSN," ujarnya.