Jumat 22 Dec 2017 01:43 WIB

Rini: 13 BUMN Masih Rugi pada 2017

Menteri BUMN Rini Soemarno menyampaikan sambutan saat peresmian Gerbang Pembayaran Nasional atau National Payment Gateway (NPG) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (4/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Menteri BUMN Rini Soemarno menyampaikan sambutan saat peresmian Gerbang Pembayaran Nasional atau National Payment Gateway (NPG) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (4/12).

REPUBLIKA.CO.ID, SAMOSIR -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menargetkan jumlah perusahaan yang merugi pada akhir tahun 2017 sebanyak 13 hingga14 perusahaan. Jumlah itu menurun dibanding sebanyak 24 BUMN yang mengalami defisit pada semester I 2017.

"Kami terus berupaya menurunkan jumlah BUMN rugi. Satu per satu kami kaji apa penyebab kerugian perusahaan," kata Rini, di sela Rakor CEO BUMN, di Balige, Toba Samosir, Kamis (22/12).

Menurut Rini, pembahasan masalah BUMN rugi menjadi salah satu agenda pembahasan pada Rakor CEO yang diikuti 115 dirut BUMN, selain agenda antara lain mendukung pencapaian tujuan pembangunan khususnya investasi (capex) BUMN, akselerasi proyek strategis nasional dalam rangka mendorong konektivitas, kapasitas dan daya saing.

Rini menjelaskan, faktanya ada BUMN yang merugi karena kalah bersaing di pasar, ada yang rugi sudah puluhan tahun. Ada juga BUMN yang mengalami kerugian karena ketidakmampuan manajemen untuk mencetak laba.

Meski menempuh beberapa langkah langkah strategis ke depan, Rini memprediksi sampai akhir tahun masih terdapat BUMN yang rugi seperti PT Garuda Indonesia, PT Krakatau Steel, PT Kertas Leces, PT Dirgantara Indonesia dan PT Merpati Nusantara Airlines.

"Masing-masing BUMN tersebut penangaannya berbeda-beda, sesuai dengan karakter dan kapasitas perusahaan," katanya.

Ia pun memberikan gambaran bahwa total rugi BUMN mencapai pada 2013 mencapai Rp13 triliun. Kemudian pada 2016 kerugian sekitar Rp5 triliun dan diperkirakan kerugian sekitar Rp4 triliun pada 2017.

Berdasarkan catatan, dua BUMN dengan rugi terbesar yaitu Garuda Indonesia dan Krakatau Steel masing-masing di atas Rp1 triliun. Khusus untuk Garuda, kerugian karena lebih dikarenakan perusahaan ini terjebak dalam perang tarif dan rute penerbangan internasional yang tidak efisien.

Sedangkan Krakatau Stell kerugiannya membengkak disebabkan antara lain adanya dumping baja dari China. Untuk itu ujarnya, BUMN yang merugi harus melakukan efisiensi, termasuk menjalin sinergi antar perusahaan. BUMN yang memiliki bisnis atau usaha yang sama juga diarahkan digabung.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement