REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) fokus memantau dan mengevaluasi realisasi ekspor dan kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) dalam negeri.
"Progress pembangunan smelter menjadi barometer perpanjangan izin ekspor bagi setiap perusahaan," kata Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Bambang Susigit, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, di Jakarta, Selasa (19/12).
Menurut Bambang, perkembangan pembangunan smelter dan realisasi ekspor saat ini sudah on the track. Hal itu merujuk dari data terbaru yang diterima Kementerian ESDM. Berdasarkan data itu, realisasi ekspor dan perkembangan pembangunan smelter dan realisasi ekspor dalam tiga bulan pertama menunjukkan perkembangan yang positif. “Untuk smelter, progress-nya beragam, ada yang telah dibangun dan ada yang sedang dibangun,” kata dia.
Untuk perusahaan yang sedang membangun smelter, kata Bambang, evaluasinya akan dilihat setelah enam bulan sesuai target yang diberikan. “Kita sudah melihat kesungguhan nyata setiap perusahaan untuk membangun smelter. Memang prosesnya bertahap dan proyeksi rencana detail pembangunan smelter bisa dilihat dari prosentase kurva S setiap perusahaan,” kata dia.
Bambang mencontohkan PT Ceria Nugraha Indotama untuk kategori nikel. Meskipun baru mendapatkan rekomendasi izin ekspor per tanggal 4 Juli 2017, namun ada upaya pembangunan smelter dan sudah berjalan sekitar 34 persen. Sama halnya dengan PT Dinamika Sejahtera Mandiri untuk kategori konsentrat bauksit yang baru mengatongi rekomendasi per 4 Juli 2017. “Ada kemajuan sekitar 12 persen.”
Menurut dia, data-data itu berdasarkan penilaian tiga bulan pertama dan hasil evaluasi akhir akan dilihat setelah enam bulan atau per tanggal 3 Januari 2018. Sesuai ketentuan, kata Bambang, izin ekspor perusahaan bisa saja dicabut bila dalam enam bulan progress pembangunan smelter belum mencapai target minimal 90 persen dari rencana kerja. Kemajuan smelter juga merupakan indikator besaran bea keluar yang dikenakan.
“Kementerian ESDM bersama Komisi VII DPR juga sedang mengkaji penerapan sanksi finansial bagi perusahaan yang tidak mencapai target, hanya sejauh ini belum diputuskan skemanya seperti apa,” jelasnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, untuk kategori konsentrat nikel, perusahaan yang sudah menunjukkan kemajuan pembangunan smelter-nya hingga 100 persen, di antaranya PT Aneka Tambang (100 persen), PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara (100 persen), PT Trimegah Bangun Persada (100 persen), PT Gane Permai Sentosa (100 persen), PT Mulia Pasific Resources (100 persen), PT Itamatra (100 persen).
Sedangkan untuk kategori konsentrat bauksit diantaranya PT Aneka Tambang (Persero), Tbk (100 persen), PT Cita Mineral Invesindo (100 persen). Sementara untuk konsentrat dan lumpur anoda, di antaranya PT Sumber Baja Prima untuk konsentrat Besi (100 persen) dan PT Primier Bumidaya Industri konsentrat Mangan (100 persen).