Selasa 19 Dec 2017 16:59 WIB

Pengusaha: 2017 Jadi Tahun Terberat Bagi Industri Ritel

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nur Aini
Antrean panjang pengunjung gerai Lotus di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Jumat (27/10).
Foto: Fergi Nadira/Republika
Antrean panjang pengunjung gerai Lotus di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Jumat (27/10).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menilai, 2017 menjadi tahun terberat bagi industri ritel. Tahun ini, sejumlah toko ritel tutup seperti Seven Eleven, Lotus, dan lainnya.

"Tahun ini terberat di antara tiga tahun terakhir yang memang drop. Meski begitu, dua sampai tiga bulan pasca-Lebaran sudah mulai ada perbaikan," ujar Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta saat ditemui di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Senin (18/12).

Ia menyebutkan, pertumbuhan industri ritel pada Oktober 2017 mulai membaik. Hanya saja, Tutum menegaskan, perbaikan itu tidak bisa menutupi keseluruhan pertumbuhan sepanjang tahun ini. "Feeling saya pertumbuhan (industri ritel) sampai akhir tahun ini tidak lebih baik dari tahun lalu. Pertumbuhan kuartal empat 2017 mungkin hampir mirip-mirip dengan kuartal empat tahun lalu tapi tidak lebih baik dari tahun lalu," kata Tutum.

Dia menjelaskan, momen natal dan tahun baru yang akan berlangsung akhir Desember ini juga tidak bisa mendongkrak pertumbuhan ritel secara keseluruhan. "Dengan komunitas Muslim terbesar di Indonesia, natal dan tahun baru hanya seperti gerimis sebentar bukan hujan. Jadi aktivitas kegiatan seasonal tapi tidak bisa dongkrak omset tahunan kita," kata Tutum.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat, penjualan eceran meningkat pada Oktober 2017. Hal itu tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) hasil Survei Penjualan Eceran Oktober tahun ini sebesar 202,3. Angka itu tumbuh 2,2 persen year on year (yoy). Dengan begitu, lebih tinggi dibandingkan September 2017 sebesar 1,8 persen.

Peningkatan penjualan ritel terjadi pada kelompok makanan yang tumbuh 9,9 persen yoy. Lebih tinggi dibandingkan 7,6 persen yoy pada September 2017. Secara regional, peningkatan pertumbuhan IPR tertinggi pada Oktober 2017 terjadi di Surabaya. Kenaikannya mencapai 10,2 persen yoy, sebelumnya pada September tahun ini hanya 5,9 persen yoy.

Peningkatan penjualan eceran diperkirakan berlanjut pada November 2017. Hal ini terindikasi dari IPR November 2017 sebesar 207,6. Angka itu tumbuh 2,9 persen yoy lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya.

Sementara itu, survei pun mengindikasikan adanya peningkatan tekanan kenaikan harga di tingkat pedagang. Untuk eceran tiga bulan mendatang yaitu pada Januari 2018.

Menanggapi hal itu Tutum menegaskan, hasil positif itu tidak bisa menutupi keseluruhan pertumbuhan industri ritel sepanjang 2017. "Jadi jangan diasumsikan sudah baik semua," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement