Senin 11 Dec 2017 14:45 WIB

Pemerintah tak Ingin Ekonomi Tumbuh Tinggi Tapi Overheating

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tidak menginginkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tinggi namun 'kepanasan' atau overheating alias meningkatnya pertumbuhan ekonomi namun tidak diimbangi dengan kapasitas ekonomi yang mumpuni.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah saat ini belajar dari pengalaman pada pemerintahan zaman Orde Baru di mana saat itu pertumbuhan ekonomi tinggi namun sering mengalami overheating. Ekonomi yang overheating saat itu, lanjut Darmin, membuat pemerintah harus melakukan pemangkasan anggaran untuk proyek-proyek dalam APBN, yang kemudian memengaruhi perkembangan ekonomi domestik itu sendiri.

Overheating dimulai dengan pertumbuhan ekonomi tinggi yang langsung diikuti dengan pertumbuhan impor yang lebih cepat. Jika impor lebih cepat dari ekspor, yang terjadi defisit transaksi berjalan.

"Bertolak dari pengalaman itu, pemerintah mencoba mengidentifikasi apa saja sektor industri hulu yang harus dimulai supaya nanti kita tidak terlalu rentan terhadap kenaikan impor kalau pertumbuhannya naik," kata Darmin di Jakarta, Senin (11/12).

Darmin menyebutkan ada tiga kelompok besar industri yang terus perlu dikembangkan. Yang pertama yaitu kelompok industri besi dan baja. Kelompok industri tersebut turunannya hingga ke hilir dibutuhkan oleh setiap sektor. Kelompok lainnya yaitu kelompok industri petrokimia.

"Kelompok industri ini sebenarnya kita punya kesempatan besar dalam bidang ini, sayangnya tidak dimanfaatkan sama sekali. Itu sampai hilir ada urusan pipa, plastik, poliester, dan seterusnya. Itu sebabnya pemerintah berjuang keras mendorong supaya investor masuk di proyek di Tuban dan Cilacap," ujar Darmin.

Sedangkan kelompok industri terakhir yaitu kelompok industri bahan kimia dasar, yang sebagian produknya berujung untuk kegiatan farmasi. Pemerintah sebelumnya memang mengundang pihak asing untuk investasi di kelompok industri ini di sisi hulu melalui revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) dimana asing diperbolehkan 100 persen untuk masuk dalam industri tersebut.

"Pokoknya datang ke sini di hulunya supaya hilirnya lebih murah. Karena hilirnya kita bisa, kita ada BUMN dan swasta yang kembangkan industri farmasi," ujar Darmin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement