REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Investor dan pelaku pasar nasional pantas waspada menyambut pergantian tahun 2017 menuju 2018. Pasalnya, peringatan dini telah disampaikan oleh dua otoritas pemerintah di bidang perekonomian, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI), terkait beragam tantangan yang ada di sepanjang tahun depan.
OJK menyatakan sedikitnya ada tiga tantangan ekonomi domestik yang perlu diantisipasi. Tantangan pertama yaitu soal infrastruktur. Kita harus mengejar ketertinggalan infrastruktur untuk mendorong aktivitas ekonomi, kata Direktur Pengawasan Bank OJK, Irnal Fiscallutfi, dalam seminar Indonesia Risk Management Outlook 2018 di Hotel Fairmont Jakarta, akhir pekan ini.
Selain infrastruktur, menurut Irnal, dua tantangan lain adalah terkait kesejahteraan masyarakat dan juga inovasi digital. Menurut Irnal, para pelaku sektor jasa keuangan diharapkan dapat berpartisipasi untuk menyalurkan pembiayaan kreditnya pada sektor infrastruktur nasional. Dengan demikian maka pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 diyakini bakal dapat lebih optimal.
Selain itu, permasalahan peningkatan kesejahteraan masyarakat juga masih menjadi beban pemerintah untuk dapat diantisipasi untuk tahun 2018. Tercatat menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan pada Agustus 2017 meningkat menjadi 27,77 juta orang dari Agustus tahun 2016 yang mencapai 27,76 juta.
"Saat ini pihak perbankan telah berpartisipasi dalam gerakan peningkatan kesejahteraan melalui penyaluran bantuan sosial secara nontunai," kata Irnal.
Sedangkan tantangan terakhir ialah perkembangan inovasi digital yang pesat juga diharap dapat diantisipasi oleh para pelaku sektor jasa keuangan. Dengan adanya perkembangan digital, tak dipungkiri dapat memberikan dampak positif maupun dampak persaingan antarpelaku sektor jasa keuangan.
Tak hanya risiko domestik, keberlanjutan pemulihan ekonomi global juga masih cukup rentan lantaran adanya beberapa risiko yang datang dari Amerika Serikat terhadap kebijakan The Fed dan Donald Trump. Hal itu disampaikan oleh Plt Direktur Departemen Kebijakan Makro Prudential BI, Retno Ponco Windarti.
Berlanjutnya tren pengetatan kebijakan moneter di beberapa negara maju, berisiko memengaruhi arah pergerakan likuiditas dunia, ujar Retno. Tak hanya pengetatan suku bunga The Fed, menurut Retno, risiko lain yang datang dari ranah global diantaranya adalah terkait ketidakpastian kebijakan AS, volatilitas harga minyak dan komoditas, serta isu geopolitik global.
Retno melanjutkan, risiko laju pengetatan The Fed akan melahirkan permasalahan pada suku bunga AS yang dapat berimplikasi pada akumulasi kerentanan sistem keuangan global. Pasalnya kematian PER sudah terlalu tinggi dan kenaikan leverage perusahaan-perusahaan non keuangan yang diikuti oleh meningkatnya DSR.