Ahad 10 Dec 2017 07:21 WIB

Rasio Elektrifikasi Lampaui Target

Dirut PLN Sofyan Basir (tengah) saat mengunjungi PLTU rendah emisi milik Shenhua Energy Company Limited di Ninghai, Cina, Rabu (6/12). Kunjungan ini salah satunya untuk memastikan kualitas PLTU serupa yang akan dibangun di Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten oleh konsorsium Shenhua dan PT PJB.
Foto: Satria Kartika Yudha
Dirut PLN Sofyan Basir (tengah) saat mengunjungi PLTU rendah emisi milik Shenhua Energy Company Limited di Ninghai, Cina, Rabu (6/12). Kunjungan ini salah satunya untuk memastikan kualitas PLTU serupa yang akan dibangun di Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten oleh konsorsium Shenhua dan PT PJB.

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Rasio elektrifikasi nasional telah mencapai 93,08 persen per November 2017. Jumlah tersebut melebihi target tahun ini yang ditetapkan sebesar 92,75 persen. 

Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Sofyan Basir mengatakan, seluruh jaringan sistem kelistrikan tak ada lagi yang defisit sejak Oktober 2017. Padahal, pada Januari 2015, 11 dari 22 sistem masih defisit. 

"Sistem kita sekarang justru sudah surplus" kata Sofyan saat berdiskusi dengan awak media dan sejumlah akademisi terkait perkembangan program kelistrikan, di Shanghai, Cina, pertengahan pekan ini.

Sofyan mencontohkan, sistem kelistrikan di Nias, Sumatra Utara, bahkan surplus 116 persen. Pasokan listrik yang tersedia di Nias tercatat sebesar 80 megawatt (MW). Sedangkan beban puncak hanya 37 MW. Dengan begitu, ada pasokan listrik sebesar 42,9 MW yang menganggur. 

Dia mengungkapkan, besarnya surplus listrik di Nias karena pemerintah daerah setempat sempat meminta tambahan kapasitas pembangkit yang cukup besar. Alasannya karena akan ada banyak pembangunan untuk kawasan wisata, industri, dan lainnya. 

"Walaupun sekarang Nias belum banyak memakai, tapi yang penting kami sudah menyediakan sesuai permintaan," ujar Sofyan. 

Pasokan listrik terbesar masih berada di Jawa-Bali, jumlahnya mencapai 33,4 ribu MW. Sedangkan beban puncaknya 25,6 ribu MW. Sehingga ada surplus sekitar 30 persen. 

Sofyan mengungkapkan, surplus sistem jaringan kelistrikan ini yang membuat PLN mewacanakan penyederhanaan golongan tarif listrik. Akan tetapi, tegas dia, penyederhanaan ini bukan untuk kepentingan bisnis perseroan. Tujuannya agar masyarakat bisa memanfaatkan masifnya pembangunan pembangkit listrik yang dilakukan pemerintah. 

"Surplus ini mau kita bagikan gratis kepada masyarakat. Sifatnya juga sukarela. Masyarakat seharusnya senang" ujar dia. 

Sofyan memastikan masyarakat yang mau naik daya tidak akan dikenakan biaya apabila program penyederhanaan berjalan. Dahulu, pelanggan dikenakan biaya jutaan rupiah untuk naik daya lantaran sistem jaringan kelistrikan masih defisit. 

Terkait target elektrifikasi 2019 sebesar 97,35 persen, mantan direktur utama BRI ini optimistis dapat mencapai target tersebut. Namun, ia mengakui akan butuh perjuangan dan biaya cukup besar untuk mencapainya. 

"Kalau bicara rasio hingga 97 persen, berarti yang harus kita gencarkan adalah listrik di pulau terpencil, terluar, dan tertinggal," kata Sofyan. 

Berdasarkan peta jalan penambahan desa berlistrik hingga 2019, pemerintah menargetkan ada 5.457 desa yang sudah teraliri listrik pada tahun ini. Sofyan mengungkapkan, realisasinya  melebihi target karena ada 74 ribu desa yang sudah berlistrik hingga Oktober 2017. 

Tahun depan, ditargetkan ada 5.053 desa berlistrik. Sedangkan pada 2019 targetnya sebesar 3.975 desa.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement