Rabu 06 Dec 2017 19:43 WIB

Terbatasnya Bahan Baku Baja, Ancam Program Sejuta Rumah

Rumah sederhana (ilustrasi)
Foto: Antara
Rumah sederhana (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang akhir tahun ini, sektor properti  mulai bergairah. Namun, sayangnya ditengah kondisi yang belum sepenuhnya membaik, kini diterpa masalah kelangkaan bahan baku baja lapis alumunium seng (BJLAS) Warna.

Kelangkaan bahan pokok dalam industri metal baja ringan dan atap metal dalam negeri ini dinilai dapat mengganggu program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kelangkaan itu terjadi akibat dari terbatasnya kemampuan industri  BJLAS Warna dalam negeri hanya sebesar 150.000 ton per-tahun, sementara tingkat konsumsi BJLAS Warna mencapai 350.000 ton per-tahun.

Kekhawatiran ini disampaikan  produsen baja ringan yang tergabung dalam tiga asosiasi, yakni Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI), Asosiasi Produsen Baja Ringan Indonesia (APBRI) dan Asosiasi Baja Ringan dan Atap Ringan Indonesia (Asbarindo) Rabu, (6/12).

Mereka sepakat meminta pemerintah meninjau ulang rencana penetapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 49 persen BJLAS Warna dari RRT Tiongkok dan sebesar 18 persen dari Vietnam. Kebijakan ini sendiri merupakan hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) berdasarkan permohonan PT. NS BlueScope Indonesia. "Kalau kekurangan disetop dapat mengancam progran sejuta rumah," kata Ketua ARFI, Novia Budiman.

Kalau kebijakan anti dumping berjalan bea masuk produk impor akan naik antara 20-40 persen. Hal ini akan memicu kenaikan harga rumah yang merugikan masyarakat menengah ke bawah. "kalau harga rumah bagi MBR) naik, apakah ada pengembang yang mau bangun," tanyanya. 

Ketua Asbarindo, Dwi Sudaryono mengatakan, dengan adanya kebijakan bea masuk anti dumping ini, nantinya secara langsung akan mengganggu industri hilir baja dalam negeri yang berupa produksi atap metal dan baja ringan. Dan hal ini tentu saja akan berimbas pada pasokan bahan baku pada sektor konstruksi dan properti. 

Pihaknya mendukung segala kebijakan pemerintah yang mengutamakan penggunaan produk dalam negeri. Namun, saat ini karena kapasitas produksi yang terbatas dan permintaan begitu tinggi, dikhawatirkan dapat mengganggu kelancaran bisnis dan program yang telah ditetapkan pemerintah, khususnya dalam penyediaan rumah terjangkau. 

Ketua APBRI, Benny Lau meminta pemerintah mengkaji kembali penetapan bea masuk anti dumping tersebut. Menurutnya maraknya impor, selain keterbatasan pasokan dalam negeri, juga akibat selisih harga yang jauh antara bahan baku baja lokal dan impor. Apabila masalah ini dibiarkan dikhawatirkan akan menjadi beban berat industri terkait yang memaksa pengusaha melakukan efisiensi maupun PHK. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement