REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan peringatan tiga tahun usia pemerintahannya saat ini lebih baik dari saat usia pemerintahannya baru menginjak tahun pertama.
"Suasananya jauh lebih baik, baik secara internal maupun eksternal dibandingkan pada saat kita menandai usia satu tahun pemerintahan di tahun 2015, " ujar Kepala Negara dalam acara Bloomberg: The Year Ahead Asia Summit 2017 di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (6/12).
Presiden menyampaikan situasi ekonomi saat itu tidak sebaik seperti kondisi ekonomi saat ini. Memburuknya situasi saat itu ditandai dengan anjloknya harga beberapa komoditas, seperti harga minyak yang turun lebih dari 50 persen dibanding tahun sebelumnya.
Selain itu, perekonomian Indonesia juga masih melambat pada 2015 selama empat tahun berturut-turut serta terkena dampak dari devaluasi mata uang Tiongkok yang berdampak pada nilai rupiah sehingga memperburuk situasi ekonomi nasional.
"Hari ini, dua tahun kemudian, mata uang kita, rupiah, sudah membaik sekitar 11 persen terhadap dolar Amerika Serikat dan cadangan devisa kita mencapai rekor tertinggi yaitu sekitar 130 miliar dolar Amerika Serikat, " ucap dia.
Ia juga menyampaikan ekonomi Indonesia telah membaik dengan pertumbuhan PDB di atas lima persen, setelah menginjak level 4,6 persen di kuartal ketiga tahun 2015. Tak hanya itu, berdasarkan survei tahunan UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development) 2017, Indonesia juga naik empat peringkat menjadi posisi ke-4 sebagai negara tujuan investasi.
Mei tahun ini, badan pemeringkat dunia Standard and Poor menaikkan peringkat Indonesia kembali menjadi layak investasi. Hal ini juga merupakan yang pertama dalam 20 tahun terakhir bahwa Indonesia berpredikat layak investasi oleh tiga badan pemeringkat dunia, S&P, Moodys, dan Fitch, ujar Presiden.
Menurut Presiden, perkembangan positif yang terjadi saat ini merupakan hasil dari kerja keras dan reformasi. Dalam satu bulan menginjak kursi kepemimpinan pada 2014, pemerintah langsung memotong subsidi bahan bakar sebesar 80 persen, yang mengakibatkan adanya ruang fiskal sebesar 20 miliar dolar Amerika Serikat per tahunnya.
Melalui kebijakan itu, Presiden bisa mengalokasikan dana tersebut untuk meluncurkan proyek pembangunan infrastruktur terbesar dalam sejarah Indonesia. "Saat ini kita berada di jalur yang benar untuk menyelesaikan jumlah proyek infrastruktur terbanyak yang pernah dibangun dalam lima tahun pemerintahan di Indonesia, " ujarnya.
Selain itu, hasil dari reformasi struktural juga berdampak pada meningkatnya peringkat Indonesia dalam indeks kemudahan berusaha versi Bank Dunia. Peringkat Indonesia meningkat dari semula 106 pada 2016 menjadi peringkat 72 pada 2018. "Kenaikan 34 peringkat dalam waktu dua tahun," tutur Presiden.
Presiden pun berharap dengan reformasi yang dilakukan pemerintah dan membaiknya perekonomian Tanah Air, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan terus meningkat. "Awal tahun ini, survei global oleh OECD yang dilaksanakan oleh Gallup Internasional, menempatkan Indonesia sebagai peringkat pertama dalam hal kepercayaan publik terhadap pemerintahnya," ucap Presiden.