REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang melakukan kajian untuk mengatur porsi penjatahan saham investor ritel dan institusi pada saat penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) agar likuiditas transaksi terjaga.
"Kami sedang kaji alokasi porsi penjatahan saham dalam IPO. Porsi fix allotment (penjatahan pasti) dan pooling allotment (penjatahan terpusat) kadang-kadang lebih besar yang fix, sementara pooling yang dijual ke masyarakat kecil sehingga harga sahamnya kurang atraktif," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat di Jakarta, Selasa (5/12).
Ia mengatakan bahwa alokasi penjatahan saham dalam IPO akan diperbaiki melalui peraturan OJK, selama ini ketentuan itu tidak diatur. Rencananya, alokasi untuk publik lebih besar sehingga mendorong aktivitas perdagangan.
Saat ini, kata dia, porsi fix allotment saham IPO mayoritas dimiliki oleh investor institusi yang hanya likuid di masa-masa awal. Hal itu dikarenakan karakteristik investasinya berorientasi jangka panjang.
"Nanti pengalokasiannya pooling-nya yang besar, sekarang tidak ada aturannya. Di beberapa negara pooling allotment cukup besar sekitar 5 persen hingga 10 persen dari jumlah saham yang akan dilepas," katanya.
Terkait IPO pada 2017 ini, Samsul Hidayat optimistis sebanyak 35 perusahaan akan melaksanakan IPO pada 2017 ini akan tercapai. Hingga hari ini (5/12), sebanyak 31 perusahaan telah resmi mencatatkan sahamnya di BEI melalui mekanisme IPO. "Sudah ada 31 perusahaan resmi mencatatkan sahamnya, nanti ada lagi pada tanggal 13 Desember. Berarti, tinggal tiga perusahaan lagi yang akan dicatatkan di 2017 ini," katanya.