Rabu 29 Nov 2017 16:12 WIB

UMK Tinggi, Karawang Pertahankan Sektor Industri Padat Karya

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah pekerja melakukan pengecekan tahap akhir mobil The All New Vios & Limo produksi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) di Pabrik Krawang 2, Kawasan Industri Karawang Internasional City, Jawa Barat, Rabu (18/12).
Sejumlah pekerja melakukan pengecekan tahap akhir mobil The All New Vios & Limo produksi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) di Pabrik Krawang 2, Kawasan Industri Karawang Internasional City, Jawa Barat, Rabu (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Pemkab Karawang, tak bisa berkutik dengan tingginya UMK 2018 untuk wilayah ini. Sebab, kenaikan UMK ini, tak bisa diturunkan lagi. Akan tetapi, pemerintahan wilayah ini berupaya untuk tetap memertahankan sektor industri padat karya. Supaya, tidak hengkang dari wilayah yang terkenal dengan sebutan kota pangkal perjuangan ini.

Bupati Karawang Cellica Nurachadiana, mengatakan, tingginya UMK ini tak bisa dibendung lagi. Sebab, sejak beberapa tahun terakhir UMK Karawang memang sudah tinggi. Akan tetapi, imbas dari tingginya upah minimum ini, akan berdampak pada sektor industri. Terutama, sektor padat karya.

"Kita akui, imbasnya pasti ada PHK atau perusahaan itu hengkang dari Karawang. Tapi hal itu masih bis dibicarakan," ujar Cellica, kepada Republika.co.id, Rabu (29/11).

Untuk PHK massal, lanjut Cellica, solusinya ada pembicaraan antara karyawan dengan perusahaan. Salah satunya mengenai hak karyawan, yakni pesangon. Sedangkan, untuk perusahaan yang hengkang, pihaknya berupaya untuk tetap memertahankan sektor industri. Supaya, tidak keluar dari Karawang.

Saat ini, pihaknya sedang melakukan pembahasan dengan berbagai pihak. Supaya, sektor industri padat karya tetap berada di Karawang. Kalaupun yang sudah hengkang, hal itu tak bisa dijaga lagi. Justru, lanjut Cellica, yang harus dijaga saat ini perusahaan yang masih bertahan di Karawang.

"Kita cari formulanya dulu, supaya sektor padat karya ini tetap bisa dipertahankan. Salah satunya dengan berdialog antara pemerintah dan perusahaan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang, Ahmad Suroto, membenarkan bila kenaikan UMK ini ibarat memakan buah si malakama. Satu sisi, ada kebanggaan bagi daerah dan buruh mengenai upah tertinggi ini. Tapi, sisi lain dampak negatifnya yaitu terjadi PHK massal dan hengkangnya industri yang terdampak dengan tingginya UMK.

"Yang paling terdampak itu, sektor padat karya. Sebab, karyawan mereka sangat banyak. Sedangkan, industri dengan high teknologi masih survive sampai sekarang," ujarnya.

UMK Karawang 2018 mencapai Rp 3,9 juta per bulan. Sedangkan, UMK 2017 sebesar Rp 3,6 juta per bulan. Jadi, kenaikannya mencapai 8,71 persen. Sudah merujuk pada PP 78/2015. Terkait dengan perusahaan yang menangguhkan kenaikan upah, Suroto mengaku hingga saat ini belum ada laporan. Sebab, upah baru ini akan diterapkan terhitung 1 Januari 2018. Sedangkan, perusahaan atau serikat pekerja yang masih punya usulan mengenai UMK ini, ditampung sampai 20 Desember mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement