Selasa 28 Nov 2017 01:02 WIB

Jokowi Ingin Indonesia Terdepan Kelola Kelapa Sawit

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Presiden Joko Widodo saat meninjau kebun kelapa sawit rakyat di Serdang Bedagai, Sumut, Senin (27/11). Jokowi meresmikan program peremajaan sawit rakyat seluas sekitar 9 ribu hektar di Sumut.
Foto: Republika/Issha Harruma
Presiden Joko Widodo saat meninjau kebun kelapa sawit rakyat di Serdang Bedagai, Sumut, Senin (27/11). Jokowi meresmikan program peremajaan sawit rakyat seluas sekitar 9 ribu hektar di Sumut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya melakukan peremajaan sawit rakyat (PSR) di Tanah Air. Senin (27/11), Presiden melakukan peremajaan kebun sawit rakyat seluas 9.109,29 hektare di Provinsi Sumatera Utara.

Wilayah itu di antaranya yakni di Serdang Bedagai, Langkat, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu, Asahan, Batubara, Simalungun, Labuhan Batu Utara, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Deli Serdang, dan Tapanuli Tengah.

Selama ini Indonesia memang dikenal sebagai negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia hingga mendapat julukan emas hijau. "Memang tidak berlebihan saat kelapa sawit disebut emas hijau bagi negara kita Indonesia, sebab negara kita adalah negara produsen kelapa sawit yang terbesar di dunia, bukan di Asia atau Asia Tenggara tapi di dunia," tutur Jokowi.

Kendati demikian, Presiden tak ingin berpuas diri. Jokowi menyampaikan sejumlah tanggung jawab yang harus diemban pemerintah dalam mengelola kebun sawit. "Tapi ingat juga menjadi produsen kelapa sawit terbesar artinya kita harus menjadi yang terdepan dalam pengelolaan. Ini yang kita lemah di sini," ujar Jokowi.

Jokowi menilai luas kebun sawit yang diremajakan tersebut masih sangatlah kurang. Ia mengatakan, seluas 350 ribu hektare dari total 470 ribu hektare perkebunan sawit rakyat di Sumatera Utara perlu diremajakan.

"Yang perlu diremajakan 350 ribu hektare gede sekali dan biayanya tidak sedikit. Tapi harus kita kerjakan kalau tidak kita hanya melihat kelapa sawit yang umur 25-30 tahun tidak produktif, harus diremajakan," ujar Jokowi, dari siaran resmi Istana, Senin (27/11).

Sementara itu, dari 4,6 juta hektare lahan perkebunan kelapa sawit, diperkirakan sekitar 2,4 juta hektare memiliki produktivitas di bawah 2,5 ton Crude Palm Oil (CPO)/hektare/tahun. Hal ini merupakan dampak dari umur tanaman kelapa sawit yang sudah lebih dari 25 tahun atau tidak menggunakan kualitas benih yang baik pada masa dahulu.

Oleh sebab itu, Presiden mengajak seluruh pihak bersama-sama dengan pemerintah mendukung berjalannya program peremajaan sawit rakyat guna meningkatkan produktivitas kelapa sawit Tanah Air. "Kita harus kerja keras bagaimana merawat, memelihara, dan meremajakan karena banyak kelapa sawit kita yang sudah tua-tua, tua renta, bahkan ada yang pikun juga sehingga produktivitasnya menurun, bisa separuh, sepertiganya dari swasta," ungkapnya.

Presiden telah memerintahkan jajarannya untuk segera menjalankan program PSR agar kelapa sawit Indonesia bisa bersaing dan menjadi unggulan di dunia internasional. "Saya perintahkan ke Pak Menko Perekonomian, Pak Darmin Nasution untuk diremajakan semuanya, yang milik rakyat harus diremajakan kalau tidak kita bisa disalip negara lain," ucap Presiden.

Dalam kesempatan ini, Presiden juga menyerahkan bantuan dana peremajaan sawit rakyat, benih sawit unggul bersertifikasi, dan benih jagung untuk tumpang sari. Selain itu, Presiden juga menyerahkan sejumlah sertifikat tanah untuk rakyat dan melakukan penanaman bibit pohon kelapa sawit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement