Kamis 23 Nov 2017 16:04 WIB

Insentif Energi Terbarukan dari Infrastruktur Hingga Pajak

Red: Nur Aini
Energi terbarukan/ilustrasi.
Foto: abc
Energi terbarukan/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) menyebutkan insentif riset dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dapat diberikan dalam bentuk infrastruktur atau keringanan pajak.

"Bisa saja pemerintah memberikan bantuan infrastrukturnya seperti stasiun tempat pengisian catu daya (untuk keperluan kendaraan listrik) dan sebagainya. Bisa saja keringanan-keringanan pajak dan sebagainya," kata Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristekdikti M Dimyati dihubungi di Jakarta, Kamis (23/11).

Sebelumnya ia menjelaskan bahwa Kemristekdikti telah mengajukan "double tax deduction" kepada Kementerian Keuangan (Kemkeu) sebagai bentuk insentif yang diberikan kepada mereka yang melakukan riset dan pengembangan  (risbang). Cara ini diyakini mampu menaikkan jumlah riset dan pengembangan di Indonesia secara keseluruhan, tidak hanya untuk riset EBT.

Namun realisasi bentuk insentif keringanan pajak untuk risbang seperti ini baru bisa dijalankan apabila revisi Undang-Undang (UU) Pajak dilakukan. Untuk riset pengembangan mobil listrik dari sisi Kemristedikti sebenarnya sudah selesai, tinggal persoalan baterai. Yang artinya Indonesia sebenarnya sudah bisa membuat sendiri mobil listrik, tinggal pihak industri di Tanah Air yang mau memproduksinya atau tidak.

Kepala BPPT Unggul Priyanto mengatakan pengembangan EBT berupa biomassa dari limbah sawit sudah selesai dilakukan, bahkan sudah diujicobakan untuk menghasilkan energi hingga 1 Mega Watt (MW) untuk digunakan industri. Kapasitas ini akan terus dicoba untuk di naikkan untuk dimanfaatkan industri-industri lainnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat menghadiri demonstrasi mobil Nissan e-Power di Tangerang mengatakan pemerintah siap memberi insentif riset energi terbarukan. Ini karena Kemperin ingin menargetkan produksi mobil listrik 20 persen atau sekitar 400 ribu unit dari total produksi mobil nasional pada 2025. Karenanya, Kementerian ini mendorong penggunaan bahan bakar biofuel berupa kelapa sawit atau rumput laut, sekaligus untuk mengurangi impor minyak mentah pada masa depan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement