Jumat 17 Nov 2017 17:45 WIB

Pembiayaan Infrastruktur tak Cukup Andalkan Perbankan

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Budi Raharjo
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso

REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan tahun ini kredit masih tumbuh meski tidak seperti yang diharapkan. Pasalnya, permintaan domestik pun dinilai masih tinggi.

"Jadi sebenarnya pertumbuhan kredit lambat bukan karena domestic demand tidak ada. Masih ada cuma tidak se-strong yang diharapkan," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat ditemui di Kampus Universita Indonesia, Depok, Jawa Barat, Jumat, (17/11).

Ia menambahkan sumber pertumbuhan kredit tahun ini dari sektor infrastruktur dan ritel.  Lebih lanjut, Wimboh menjelaskan, pembiayaan infrastruktur tidak cukup bila hanya mengandalkan kredit perbankan. Maka perlu sumber alternatif pembiayaan yaitu pasar modal.

Hanya saja menurutnya, hal itu berimbas pada pertumbuhan kredit yang rendah. "Memang betul kita shifting (dari perbankan ke pasar modal) karena pembiayaan infrastruktur bersifat long term. Ini sebabkan pengusaha besar tidak pinjam lagi ke bank tapi ke pasar modal sehingga nanti pertumbuhan kredit perbankan tidak sebesar biasanya, dulu malah pernah sampai 20 persen," jelas Wimboh.

Meski begitu ia menambahkan kredit masih bisa tumbuh bagus ke depan. "Jadi bank-bank tentu mencari jalan keluar supaya ada outlet lain. Ya tentu kan harus inovasi, pemasaran lebih gencar," tuturnya.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memperkirakan, secara keseluruhan pertumbuhan kredit sampai akhir 2017 sebesar delapan persen. Angka itu lebih rendah dari target BI yakni di kisaran delapan sampai 10 persen.

"Kami melihat sampai akhir tahun bank akan mencapai berusaha mencapai business plan yang mereka sudah sampaikan, namun mungkin realisasinya akan ada di bawah dari target yang BI sampaikan sebelumnya. Jadi BI perkirakan tumbuh di sekitar delapan persen," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo kepada wartawan.

Ia mengakui, pertumbuhan kredit perbankan tahun ini masih lemah di bawah dua digit. Menurutnya, hal itu terjadi karena dua penyebab, pertama permintaan masih lemah.

"Korporasi umumnya baru menyelesaikan proses konsolidasi yaitu dengan mengendalikan biaya-biaya. Maka neraca mereka sekarang sudah sehat laba rugi juga sehat sehingga belum ajukan permintaan kredit sebab masih kaji perkembangan ekonomi dunia," jelas Agus.

Penyebab kedua, kata dia, dari sisi bank masih mempertimbangkan konsolidasi yang tengah dijalani. Dengan begitu lebih menjaga kualitas kreditnya serta menjaga rasio kredit bermasalah (NPL). "Kami melihat bulan ini NPL turun tapi mereka lihat loan average mereka yang perlu diwaspadai. Kami lihat faktor permintaan dan penawaran berdampak ke pertumbuhan kredit yang masih lemah," ujarnya.

BI berharap, intermediasi kredit tetap baik. Hal itu turut membuat bank sentral menetapkan, Countercyclical Capital Buffer (CCB) tidak berubah yaitu 0 persen. "Tujuannya untuk mendorong perbankan dalam meningkatkan fungsi intermediasi," jelas Agus.

BI mencatat, pertumbuhan kredit September 2017 sebesar 7,86 persen year on year (yoy), turun dari bulan sebelumnya 8,3 persen yoy. Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2017 tercatat 11,7 persen yoy, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya 9,6 persen yoy. Lalu untuk keseluruhan 2017, DPK diperkirakan tumbuh sekitar 10 persen

 

Kemudian rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan yang cukup tinggi pada level 23,0 persen dan rasio likuiditas (AL/DPK) pada level 22,6 persen di September 2017. Pada bulan sama, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) berada pada level 2,9 persen (gross) atau 1,3 persen (net).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement