REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyederhanakan perizinan impor barang untuk kegiatan operasi hulu migas dari semula 42 hari menjadi 24 hari. Upaya ini diharapkan membuat industri migas lebih produktif.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Ego Syahrial di Kantor Bea Cukai, Kamis (16/11) mengatakan industri migas mencapai puncak produksi pada 1977 di mana produksi minyak sebesar 1,7 juta barel per hari. Saat ini, produksi minyak hanya sekitar 800 ribu barel per hari. Padahal, kebutuhan mencapai 1,6 juta barel sehingga harus dilakukan impor.
Untuk mengembalikan industri migas Indonesia ke puncak produksi, dibutuhkan percepatan. Oleh karena itu, Kementerian ESDM menyambut baik sinergi bersama Ditjen Bea Cukai, SKK Migas dan PP INSW untuk mengembangkan integrasi sistem informasi dalam rangka pemberian fasilitas fiskal atas impor barang operasi keperluan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk kegiatan usaha hulu migas.
Sebelum adanya sinergi, KKKS membutuhkan enam kali transaksi dalam pengurusan impor barang. Setelah terintegrasi, maka hanya menjadi dua kali atau Iebih cepat 66 persen. Sementara untuk total waktu yang dibutuhkan dalam pengurusan fasilitas ini hanya akan menjadi 24 hari kerja atau kurang Iebih 42,8 persen Iebih cepat.
"Kementerian ESDM sangat menyambut baik inisiatif ini. Akhirnya kita berempat (Ditjen Migas, Ditjen Bea Cukai, SKK Migasnya dan PP ISNW) bisa kumpul di sini karena ini adalah tujuan utama kita, membuat industri hulu migas kita kembali lagi ke puncak (produksi)," ujar Ego dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/11).
Ego melanjutkan, industri migas bukanlah industri yang hanya membutuhkan waktu 1 hingga 2 tahun. Untuk sampai mendapatkan minyak, dibutuhkan waktu sekitar 10 tahun. Dengan masa kontrak 30 tahun, maka waktu untuk berproduksi tersisa sekitar 20 tahun. Karena itu, dibutuhkan dukungan agar kegiatan ini dapat berjalan lancar.
"Jadi kalau para KKKS ini dalam prosesnya dia sudah bekerja keras, waktu yang dibutuhkan lama, dan tidak kita bantu dengan langkah-langkah percepatan seperti ini, artinya kita membiarkan (industri lambat). Kita tidak bisa bilang kembali ke produksi 1,7 barel per hari," katanya.
Integrasi sistem informasi antar kementerian atau lembaga ini merupakan Iangkah awal yang nantinya akan dilanjutkan dengan integrasi sistem informasi dengan Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dan Direktorat Jenderal Anggaran untuk kegiatan hulu migas, sehingga diharapkan ke depannya pemanfaatan data untuk kepentingan cost recovery, penilaian asset Barang Milik Negara (BMN) serta penghitungan PPh Migas dan PNBP migas dapat Iebih akurat.