REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan potensi yang dimunculkan ekonomi digital bukan tanpa hambatan.
"Beberapa hambatan itu meliputi belum meratanya infrastruktur, regulasi yang harus segera disesuaikan, serta struktur industri masih membuat ketergantungan terhadap impor. Ini perlu kita cari jalan keluarnya," kata Darmin dalam acara Digital Economic Briefing 2017 di Jakarta, Kamis (16/11).
Potensi ekonomi digital ditunjukkan dengan jumlah pengguna internet di Indonesia sebanyak 132,7 juta berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di 2016. Pengguna terbanyak berada di Jawa yaitu sebanyak 86,3 juta.
Darmin mengatakan masih terdapat beberapa catatan terkait potensi tersebut yang cenderung menjadi kendala. Salah satunya adalah dominasi penggunaannya masih belum diarahkan ke sektor produktif. Ia menilai pemanfaatan ekonomi digital masih lebih banyak porsinya untuk kegiatan senang-senang atau "leisure activities", sehingga perlu dipikirkan bagaimana mentransformasi ke arah kegiatan produktif.
"Selain itu, perkiraan saya pribadi, di sektor 'supply' kita punya beberapa hambatan. Salah satunya adalah talenta. Bukan hanya programmer, bahkan coding saja kita keteteran," kata Darmin.
Ia mengatakan bahwa pendidikan vokasi harus cepat direalisasikan untuk menjawab kebutuhan tenaga kerja di sektor digital sekarang ini. "Kami sedang bicara untuk kemungkinan mengundang. Kami harus bicara dengan Kemenaker dan pihak imigrasi, bagaimana kebijakan mempermudah 'talent' di bidang digital ini," ucap Darmin.
Ia mengatakan upaya untuk menjawab berbagai hambatan tersebut memang memerlukan waktu yang tidak singkat. Beberapa hal yang telah disiapkan oleh pemerintah untuk mendukung ekosistem ekonomi digital antara lain melalui Paket Kebijakan Ekonomi XIV, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif, dan proyek Palapa Ring.
Upaya tersebut dilakukan untuk mendukung visi menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kapasitas ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020. Pemerintah juga menargetkan adanya 1.000 teknopreneur dengan valuasi bisnis 10 miliar dolar AS.