Selasa 14 Nov 2017 18:16 WIB

Tak Ingin Kena HET, Bupati Harus Ajukan Beras Lokal

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Gita Amanda
Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi menjelaskan pentingnya Harga Eceran Tertinggi (HET) dalam menjaga stabilisasi harga pangan dalam acara sosialisasi HET di Grand Clarion Hotel Makassar, Selasa (14/11).
Foto: Melisa Riska Putri/REPUBLIKA
Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi menjelaskan pentingnya Harga Eceran Tertinggi (HET) dalam menjaga stabilisasi harga pangan dalam acara sosialisasi HET di Grand Clarion Hotel Makassar, Selasa (14/11).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (kementan) menegaskan ada beberapa pengecualian beras yang tidak terkena Harga Eceran Tertinggi (HET). Salah satunya beras indikasi geografis.

Kepala BKP Agung Hendriadi mengatakan, contoh beras indikasi geografis adalah beras Raja Uncak dari Kalimantan Barat dan beras Solok dari Sumatera Barat. Syarat beras indikasi geografis adalah beras dibudidayakan turun menurun di daerah tersebut dan diakui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) serta merupakan kekayaan lokal.

"Ini yang diberikan sertifikasi indikasi geografis," ujarnya saat ditemui dalam acara sosialisasi HET di Hotel Grand Clarion Makassar, Selasa (14/11). Harga beras indikasi geografis dan beras pegecualian lainnya ditentukan oleh mekanisme pasar.

Dalam kesempatan tersebut ia meminta agar pemilik wilayah, dalam hal ini Bupati maupun Walikota mengajukan dan memperjuangka beras lokal tersebut agar tak terkena HET. Namun harus dibuktikan bahwa itu beras indikasi geografis (IG).

"Kalau itu IG ya harus punya sertifikat dan kalau itu organik harus punya sertifikasi organik. Kalau itu beras yang belum bisa diproduksi di Indonesia ya dibuktikan," ujar dia.

Jenis dan pengaturan kelas mutu beras khusus diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 31 Tahun 2017 tentang Kelas mutu beras. Pada peraturan tersebut tertulis beras khusus terdiri dari ketan, beras merah, beras hitam, beras kesehatan, beras organik, beras indikasi geografis, beras varietas lokal yang telah mendapatkan pelepasan oleh Menteri Pertanian dan beras tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

Seperti diketahui, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan berupaya menjaga perberasan di tanah air. HET sebagai bentuk jaminan kualitas bagi konsumen telah tertuang dalam Permendag Nomor 57 Tahun 2017. Permendag ini juga mewajibkan pelaku usaha mencantumkan label medium ataupun premium serta label HET pada kemasan beras.

Mengacu kepada peraturan ini, pelaku usaha dalam menjalankan pemasaran beras di tingkat eceran baik pada pasar ritel modern maupun tradisional wajib mengikuti ketentuan Harga Eceran Tertinggi untuk beras medium dan premium. Sanksi pencabutan ijin usaha akan diberikan bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap HET setelah sebelumnya diberikan peringatan tertulis paling banyak dua kali oleh pejabat penerbit.

Sosialisasi terus dilakukan oleh pemerintah guna menghindari pelanggaran yang terjadi. Sebab, diakui Agung tidak sedikit terjadi pergolakan dan permasalahan yang muncul terkait HET ini.

"Ini merupakan tugas kita bersama, artinya kita harus sosialisasikan, ajak mereka bersama-sama untuk mentaati. Untuk kita semua," kata dia.

Menurutnya, hingga saat ini kepatuhan secara nasional terhadap HET hampir 90 persen. Kini, yang menjadi masalah adalah kejujuran terhadap kualitas antara label dan isi dalam kemasan.

Berdasarkan hasil pengujian mutu beras yang dilakukan Balai Besar Pasca Panen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementan, dari 18 sampel beras yang diambil dari ritel modern di lima wilayah DKI Jakarta dan di pedagang Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) menunjukkan bahwa sebagian besar kualitas beras yang diklaim sebagai premium ternyata hanya satu merk beras yang memenuhi syarat.

Sebanyak 13 merek beras memiliki derajat sosoh kurang dari 95 persen, ada enam jenis beras yang kandungan beras patahnya lebih dari 15 persen. Sementara kadar air seluruhnya di bawah 14 persen. Hasil pengujian, kata dia, harus menjadi bahan evaluasi bersama untuk memperbaiki kinerja dan pelayanan dalam rangka mewujudkan tata niaga perberasan yang berkeadilan dan menguntungkan semua pihak.

"Ini harus kita bina terus," tegasnya. Caranya, adalah dengan pengawasan melalui Satgas Pangan. Namun Kementan dengan Dinas Ketahanan Pangan di daerah memiliki otoritas kompeten keamanan pangan.

"Ini yang akan kita berdayakan supaaya nantinya akan menjadi instrumen pemerintah yang dalam pengawasan," ujarnya.

Untuk diketahui, ketentuan HET beras per wilayah adalah: HET beras per wilayah adalah: (a) Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi untuk medium Rp 9.450 per kilogram (kg) dan premium Rp 12.800 per kg; (b) Sumatera lainnya dan Kalimantan untuk medium Rp 9.950 per kg dan Premium Rp 13.300 per kg; (c) NTT untuk Medium Rp 9.500 per kg dan premium Rp 13.300 per kg; dan Maluku dan Papua untuk medium Rp 10.250 per kg dan premium Rp 13.600 per kg.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement