Kamis 09 Nov 2017 18:33 WIB

Kemenkeu: LPDP Punya Kode Etik untuk Wawancara Beasiswa

Red: Nur Aini
LPDP
Foto: LPDP
LPDP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan memastikan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) memiliki pedoman serta kode etik dalam melakukan seleksi wawancara yang harus diikuti para pewawancara independen.

"Untuk pewawancara, LPDP telah menetapkan kode etik tentang apa dan bagaimana proses wawancara," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis (9/11).

Hadiyanto mengatakan kode etik tersebut harus ditandatangani para pewawancara LPDP dan menjadi pedoman dalam pelaksanaan wawancara kepada para peserta seleksi. Ia memastikan kode etik itu telah mengatur batasan-batasan proses wawancana sesuai kompetensi, objektivitas, kejujuran, menjunjung tinggi intelegensi dan norma-norma keahlian. "Dalam kode etik tersebut, disebutkan pula 'reviewer' tidak diperbolehkan mengajukan pertanyaan yang di luar konteks beasiswa LPDP dan pertanyaan yang mengandung unsur SARA," ujar Hadiyanto.

Menurut dia, apabila terdapat indikasi pelanggaran selama proses tahapan beasiswa LPDP, segala laporan yang diduga melanggar kode etik akan diinvestigasi. Untuk memperbaiki layanan, LPDP secara rutin melakukan pengawasan dan evaluasi atas kualitas proses wawancara agar penerima beasiswa yang dihasilkan memiliki intelektualitas, kepemimpinan yang kuat dan dedikasi yang tinggi bagi Indonesia.

Sebelumnya, terdapat beberapa keluhan yang beredar di media sosial, mengenai proses wawancara dalam seleksi beasiswa LPDP yang dirasakan terlalu sensitif oleh para peserta. Berbagai pertanyaan tersebut juga dirasakan berada di luar konteks keilmuan karena menyangkut persoalan pribadi yang tidak terkait dengan bidang pendidikan yang dipilih para peserta.

Menurut prosedur resmi, dalam tes wawancara itu, para peserta diberikan pertanyaan tiga "reviewer" dan profesional mengenai karakter personal, akademis, dan rencana kontribusi untuk bangsa. Para pewawancara ini merupakan pihak independen, yang terdiri atas para akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, psikolog, serta profesional yang ahli di bidangnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement