REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Premium yang dikonsumsi masyarakat saat ini berada pada harga Rp 6.450. Harga yang diterima oleh masyarakat ini merupakan angka yang sudah dipotong dengan bantuan pemerintah atau subsidi. Jika tak ada subsidi, maka harga Premium sesuai formula Pertamina berada pada harga Rp 7.100 per liter.
Meski tak merinci formula hingga bertemu pada angka jual Rp 7.100 per liter, namun Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero), Arif Budiman menjelaskan bahwa angka tersebut merupakan formula keekonomian Pertamina. Besaran harga jual Premium sendiri menurut Arif tak lepas dari pergerakan harga minyak dunia dan biaya operasional Pertamina untuk bisa memproduksi Premium.
"Formulanya ditegaskan kembali dan ada evaluasi. BPK kasih masukan seiring dengan efisiensi. September saja misalnya, di Jamali Rp 6.450 secara formula Rp 7.100. Bio Solar harusnya 6.500. Ini kuartal keempat kalau berdasarkan formula," ujar Arif, Kamis (2/11).
Arif menjelaskan posisi harga minyak dunia saat ini mengalami trend kenaikan hingga 10 persen. Belum lagi ongkos produksi Pertamina yang mencapai kenaikan 30 persen. Namun, akhirnya dengan kondisi seperti itu, Pertamina diminta oleh Pemerintah untuk tidak melakukan kenaikan tarif BBM. Akhirnya, menurut Arif Pertamina kehilangan potensi pendapatan sekitar 1,42 miliar dolar AS.
Arif pun menganggap hal tersebut merupakan resiko Pertamina sebagai BUMN yang memang mengurusi kebutuhan pokok masyarakat. Sebagai perusahaan negara, Arif mengatakan Pertamina tetap harus mengikuti apa saja kebijakan dan keputusan pemerintah.