REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang menjadi pasar terbesar perdagangan elektronik di Asia Tenggara dengan potensi pasarnya di tahun 2017 mencapai 32,5 miliar dolar AS. Dengan kata lain tumbuh 30 hingga 40 persen dari estimasi transaksi pada 2016 senilai 25 miliar dolar AS.
Meski nilai transaksi e-commerce terus melejit tetapi jumlah pelaku usaha lokal di bisnis rintisan atau start-up ini masih sangat sedikit. Seperti diketahui, beberapa perusahaan start-up asing sudah merambah bisnis online di Indonesia seperti OLX (New York, Amerika Serikat), Lazada (Rocket Internet, perusahaan e-commerce asal Jerman), Agoda (Singapura) , AliExpress (ALibaba), dan Zalora (Zalando merupakan proyek dari Rocket Interne) dll.
Karena itu, pemerintah Indonesia harus mendukung pelaku bisnis e-commerce lokal ini agar terhindar dari gempuran pebisnis digital asing yang memang menjadi pemain besar bisnis digital ini. “Saya kira, yang perlu dilakukan saat ini memangkas semua regulasi yang menghambat pelaku usaha start-up lokal berkembang,” ujar Ketua kompartemen bidang pengawasan produk Kadin Indonesia, Intan Fitriana Fauzi di Jakarta, Rabu (1/11) berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id.
Menurutnya, keberpihakan terhadap bisnis rintisan lokal ini diperlukan guna mengimbangi pemain kakap e-commerce asing yang sudah merambah Indonesia. Selain itu, dukungan terhadap perusahaan start-up lokal ini sangat penting agar membuka ruang bagi terciptanya lapangan kerja baru. Jika tidak diproteksi maka perusahaan e-commerce lokal ini akan dimangsa oleh pebisnis asing.
Lebih lanjut, Intan menawarkan empat solusi untuk memperkuat bisnis start-up lokal. Pertama, funding (pendanaan), kemudian mekanisme pembayaran, infrastruktur internet dan keempat adalah insentif bagi usaha rintisan lokal seperti pajak.
Intan berharap agar masyarakat tidak perlu resisten dengan muncul bisnis digital di Indonesia. Justru dengan banyak bisnis start-up ini akan tercipta lapangan kerja baru. "Saya kira, tidak akan ada yang namanya Alibaba jika pemerintah Cina membiarkan Amazon bebas berekspansi ke Cina. Saat ini bahkan omzet Alibaba hampir 3 kali lipatnya Amazon. Tentu hal ini tidak akan terjadi tanpa adanya keberpihakan pemerintah Chna terhadap Alibaba,” ujarnya.
Secara terpisah, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro melihat, pelaku usaha lokal e-commerce, khususnya pelaku kecil tidak menikmati secara langsung porsi kue ekonomi digital di Indonesia.
“Pasar e-commerce kita memang besar, tetapi persentase penguasaan pelaku lokal masih kecil. Apalagi Marketplace yang ada masih didominasi dengan barang luar ketimbang lokal. Jadi jangan sampai akumulasi keuntungannya hanya dinikmati oleh pemain besar luar, khususnya investor penyandang dana perusahaan rintisan teknologi,” jelasnya.
Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah membuat regulasi khusus untuk perdagangan elektronik. Hal ini agar terjadi persaingan yang adil antara bisnis daring dan offline.