Senin 30 Oct 2017 03:05 WIB

Resmikan Pembukaan SPBU Asing, Jonan Dinilai Khianati Rakyat

Menteri ESDM, Ignasius Jonan meresmikan SPBU VIVO di Cipayung, Kamis (25/10).
Foto: Republika/Intan Pratiwi
Menteri ESDM, Ignasius Jonan meresmikan SPBU VIVO di Cipayung, Kamis (25/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tindakan Menteri ESDM, Ignasius Jonan yang meresmikan operasional perusahaan SPBU asing di Jakarta mendapat kecaman. Salah seorangnya adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng.

Menurut Salamuddin, peresmian yang dihadiri para pejabat, mengundang wartawan, dan bahkan menyebarkan rilis, semakin menguatkan Jonan sudah bersikap selayaknya 'Program Merketing (PO)' perusahaaan ritel asing tersebut. “Acara seperti itu itu cukup dilakukan event organizer. Sangat tidak pantas seorang menteri melakukannya. Ini adalah skandal, karena melanggar konstitusi, UU, etika pasar, dan moral politik. Ini adalah pengkhianatan kepada rakyat,” kecam Salamuddin dalam keterangannya di Jakarta, Senin (30/10) kemarin.

Meski mengkritik, Salamuddin menegaskan bukan berarti dirinya anti-investasi asing. Hanya saja, pemerintah tidak perlu tampil di depan dan meresmikan. Sebab, selain merendahkan institusi negara, tindakan tersebut juga menunjukkan keberpihakan kepada asing.

Keberpihakan tersebut, menurut Salamuddin memang ironis. Menurut dia, secara etika pemerintah memiliki BUMN yang juga bergerak di bidang migas, yaitu Pertamina. Dalam hal ini, harusnya yang dilakukan pemerintah adalah upaya untuk membesarkan BUMN tersebut, menyelamatkan, dan berupaya agar BUMN tersebut berbuat secara optimal untuk memajukan masyarakat. 

Jangan lupa, lanjut Salamuddin, keberadaan BUMN tersebut merupakan amanah UUD 1945, dalam hal mengelola cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.  "Harusnya amanah konstitusi itu dijalankan pemerintah. Bukan malah menghadirkan perusahaan asing untuk menjadi kompetitornya dan bahkan meresmikan," ucap dia.

Apalagi, lanjutnya, hal ini dilakukan ketika pada saat bersamaan, pemerintah justru memaksa Pertamina untuk melaksanakan program BBM satu harga yang sangat memberatkan BUMN itu.

“Apa-apaan ini? Tidak pernah hal seperti itu terjadi di belahan dunia manapun,” tegas Salamuddin.

Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi berpendapat, harusnya pendatang baru di industri ritel migas mengikuti aturan di Indonesia. Termasuk di antaranya, kewajiban membangun infrastruktur di daerah terpencil atau membangun depot.

Menurut Eri, Kementerian ESDM memang mewajibkan dalam waktu tiga tahun, pemegang izin niaga umum harus membangun depot. Sayangnya, selama ini, ritel asing yang sudah beroperasi pun tidak pernah membangun depot.

“Mereka cuma jualan doang, enggak ada nilai tambah untuk RI. Saya enggak benci perusahaan asing, tapi harus ada sesuatu untuk republik ini, yakni investasi untuk infrastruktur," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement