REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan laba bersih konsolidasian sebesar Rp 20,5 triliun atau tumbuh 8,2 persen (yoy). Kenaikan laba tersebut disumbang dari pengembangan bisnis transaksi perbankan yang tercermin dari kenaikan pendapatan komisi (Fee Based Income). BRI mampu meraup FBI sebesar Rp 7,4 triliun atau tumbuh 14,79 persen dibanding tahun lalu.
Kenaikan laba juga ditopang oleh pertumbuhan penyaluran kredit yang mencapai sebesar Rp 694,2 triliun atau tumbuh 10,03 persen (yoy) dibandingkan posisi September 2016 yang mencapai Rp 630,9 triliun.
Direktur Keuangan BRI, Haru Koesmahargyo, menyatakan laba BRI ditopang oleh pertumbuhan pendapatan bunga sebesar 11 persen dan fee based income yang tumbuh 12 persen (bank only).
"Penambahan laba dari pertumbuhan pendapatan bunga net 11 persen, asalnya dari situ, tentu juga fee based 12 persen sehingga laba tumbuh 8,2 persen," kata Haru dalam konferensi pers di kantor pusat BRI, Jakarta, Kamis (26/10).
Haru mengakui, pertumbuhan laba memang di bawah pertumbuhan pendapatan bunga dan pendapatan berbasis biaya. Hal itu dikarenakan BRI melakukan penambahan rasio pencadangan. BRI meningkatkan cadangan kerugian atau NPL Coverage menjadi 198,2 persen dari sebelumnya 156,9 persen. Nilai NPL coverage tersebut dianggap cukup ideal dan konservatif dengan mempertimbangkan kondisi makro saat ini.
"Memang pertumbuhan laba di bawah pertumbuhan net income dan fee based karena kita naikkan cadangannya. Kita lakukan di awal sehingga di akhir tahun tidak ada penambahaan CKPN. Sehingga NPL tidak lebih tinggi dari sekarang, kisaran 2,2 sampai 2,4 persen," ujarnya.
BRI menargetkan pada akhir tahun perolehan laba bisa mencapai Rp 27 triliun. BRI saat ini terus berupaya meningkatkan pendapatan yang berasal dari nonbunga. Beberapa strateginya antara lain melalui digital banking, serta mengarahkan nasabah agar semakin terbiasa untuk melakukan transaksi melalui internet banking, mobile banking, dan jaringan e-channel BRI.
"Di sisa tiga bulan ini kami optimistis mampu mencapai target-target yang telah ditetapkan perseroan di awal tahun, dengan tetap berkomitmen mendukung program strategis pemerintah seperti penyaluran KUR, penyaluran bantuan sosial non tunai, peningkatan inklusi keuangan serta pembiayaan infrastruktur sebagai salah satu proyek strategis nasional untuk turut menyejahterakan masyarakat dan menurunkan angka masyarakat prasejahtera," kata Direktur Utama BRI, Suprajarto.
Dari total kredit yang disalurkan sebesar Rp 694,2 triliun hingga kuartal III 2017, sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mendominasi penyaluran yang mencapai sebesar 75,8 persen atau sebesar Rp 526,5 triliun. Khusus untuk penyaluran kredit ke sektor UMKM tumbuh 14,2 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Secara rinci, kredit ke sektor UMKM sebesar Rp 526,5 triliun tersebut terdiri dari Kredit Mikro sebesar Rp 229,3 triliun, Kredit Konsumer Rp 108,2 triliun, Kredit Ritel dan Menengah Rp 176,4 triliun dan Kredit Program sebesar Rp 12,6 triliun.
"Ke depan, BRI akan terus berupaya agar portofolio pembiayaan UMKM mencapai 80 persen dari total kredit yang disalurkan sehingga secara tidak langsung Bank BRI mampu memberikan multiplier effect terhadap perekonomian nasional," imbuh Suprajarto.