Jumat 20 Oct 2017 14:06 WIB

OJK Prioritaskan Edukasi Keuangan Sejak Dini

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nidia Zuraya
Kegiatan penyuluhan literasi keuangan kepada murid-murid sekolah dasar (SD). ilustrasi
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Kegiatan penyuluhan literasi keuangan kepada murid-murid sekolah dasar (SD). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprioritaskan edukasi keuangan sejak dini kepada masyarakat Indonesia. Pelajar dan mahasiswa menjadi target utama pelaksanaan edukasi keuangan. 

Hal itu dikatakan Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito, dalam acara Sun Life Edufair 2017 di mal Kota Kasablanka, Jakarta, Jumat (20/10). 

Sarjito mengatakan peningkatan literasi untuk anak sekolah telah menjadi isu global. Forum global dan regional seperti G-zo, OECD, dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) memadukan literasi keuangan sebagai essential life skills yang harus dimiliki oleh setiap anak. Pembuat kebijakan di banyak negara juga telah menempatkan siswa Sekolah Dasar sebagai salah satu target literasi keuangan dan menjadi prioritas kebijakan jangka panjang di banyak negara. OECD/lNFE juga telah mengembangkan Core Competencies Framework yang harus dimiliki oleh anak-anak usia sekolah. 

"OJK juga meletakkan program peningkatan literasi bagi pelajar dan mahasiswa sebagai salah satu program prioritas. Pada 19 November 2013, Presiden RI telah meluncurkan Strategi Nasional Literasi Keuangan lndonesia (SNLKI) yang menjadi pedoman nasional untuk membekali masyarakat Indonesia dengan pengetahuan, ketrampilan dan keyakinan mengenal pengelolaan keuangan serta produk dan layanan keuangan. Salah satu target utama program edukasi keuangan adalah pelajar dan mahasiswa," kata Sarjito melalui siaran pers. 

Sarjito menambahkan, pada 25 Oktober 2013 OJK telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kementenan Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai tindak lanjut, OJK bersama-sama dengan Kemendikbud dan Industri Jasa Keuangan telah menyusun materi linterasi keuangan untuk jenjang pendidikan tingkat SD, SMP dan SMA. 

Untuk tingkat SD, khususnya kelas 4 dan kelas 5, telah disusun materi literasi keuangan dalam bentuk buku Mengenal Jasa Keuangan dan alat peraga yang menarik. Fokus utama dari materi tersebut mengajarkan pengelolaan keuangan sejak dini dan menumbuhkan budaya menabung, termasuk memperkenalkan industri jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan pada pelajar sekolah dasar sejak dini. 

Program edukasi keuangan untuk pelajar sekolah dasar juga dibarengi dengan langkah nyata dalam mendekatkan mereka dengan produk dan layanan keuangan. Salah satu inisnatif program inklusi keuangan yang dilaksanakan adalah gerakan nasional untuk menumbuhkan budaya menabung melalui program Simpanan Pelajar atau Simpel. 

Pada 14 Juni 2015, Presiden Jokowi telah meluncurkan program SimPel secara simbolis di hadapan pelaku usaha jasa keuangan, siswa dan masyarakat umum. SimPel adalah tabungan untuk pelajar yang diterbitkan secara nasional oleh bank-bank di Indonesia, dengan persyaratan mudah dan sederhana serta fitur yang menarik, untuk mendorong budaya menabung sejak dini. 

"Sampai dengan kuartal II-2017, terdapat 279 Bank yang sudah berkomitmen bersama OJK memasyarakatkan SimPel, dengan jumlah rekening sebanyak 6,7 juta dengan nilai sebesar Rp 1,05 triliun dan 148.222 sekolah. Tentu saja jumlahnya akan terus bertambah seiring semakin meluasnya SimPel," ujarnya. 

OJK, lanjutnya, mengharapkan program literasi keuangan melalui buku 'Mengenal Jasa Keuangan' dan program inklusi keuangan melalui Simpanan Pelajar untuk pelajar Sekolah Dasar dapat membentuk karakter dan perilaku pelajar yang terbiasa untuk menyisihkan uang yang dimilikinya untuk ditabung. "Kami mengharapkan mereka mempunyai cara pandang yang berbeda (paradigm shift), yaitu cara pandang untuk merencanakan hidup mereka ke depan," imbuhnya. 

Hasil survei nasional literasi dan inklusi keungan tahun 2016 menunjukkan terdapat 67,8 persen masyarakat yang menggunakan produk dan layanan keuangan, namun hanya 29,7 persen masyarakat yang terliterasi dengan baik (well literate). Hal ini menunjukkan banyak masyarakat yang telah menggunakan produk dan layanan keuangan tanpa dibekali pemahaman keuangan yang memadai. 

Jika dilihat per segmen masyarakat, tingkat literasi keuangan perempuan cenderung lebih rendah dibandingkan tingkat nasional, yaitu sebesar 25,5 persen, dengan tingkat inklusi sebesar 66,2 persen. Sementara itu, tingkat literasi keuangan pelajar/mahasiswa juga lebih rendah, yaitu sebesar 23,4 persen, dengan tingkat inklusi sebesar 64,2 persen. 

Hasil survei juga menunjukkan tujuan keuangan masyarakat masih didominasi tujuan jangka pendek untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan mempertahankan hidup. Dari 96,7 persen masyarakat yang memiliki tujuan keuangan, sekitar 69 persen masyarakat memiliki tujuan keuangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hanya 12,6 persen yang telah mempersiapkan pendidikan anak dan hanya 6,3 persen yang memiliki tujuan keuangan untuk persiapan pensiun. 

Selain itu, lebih dari setengah masyarakat yakni 54,7 persen menyatakan mereka memiliki anggaran keuangan bulanan. Namun demikian, hanya 27,5 persen dari mereka atau 15 persen masyarakat yang memiliki anggaran keuangan secara detail. 

Sarjito berharap agar industri jasa keuangan terus berkontribusi dalam mengakrabkan produk dan layanan keuangan dan mengajarkan pentingnya mempersiapkan pendidikan anak sejak dini. 

"Kami berharap program edukasi keuangan yang telah dan akan kita lakukan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keuangan, meningkatkan kesadaran dan kebiasaan untuk menabung dan berinvestasi untuk persiapan pendidikan anak dalam rangka mempersiapkan generasi yang lebih baik," ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement