Kamis 19 Oct 2017 15:02 WIB

BI: Peredaran Uang Palsu Menurun

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Elba Damhuri
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya (kiri) didampingi Direktur Departemen Pengelolaan Keuangan BI, Luctor Tapiheru (kanan) memperlihatkan uang palsu saat rilis pengungkapan jaringan produksi dan peredaran uang palsu di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (18/10).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya (kiri) didampingi Direktur Departemen Pengelolaan Keuangan BI, Luctor Tapiheru (kanan) memperlihatkan uang palsu saat rilis pengungkapan jaringan produksi dan peredaran uang palsu di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (18/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengklaim rasio peredaran uang palsu hingga September 2017 menurun dari tahun sebelumnya. Dari 200 ribu lembar uang yang beredar, hanya ada satu lembar uang palsu yang ikut beredar.

Menurut Direktur Departemen Pengelolaan Keuangan BI Luctor Tapiheru, jumlah tersebut turun drastis dibandingkan tahun lalu yang memiliki rasio satu lembar uang palsu dari 10 ribu lembar uang yang beredar. Berdasarkan fakta ini, menurut dia, rasio peredaran uang palsu di Indonesia saat ini menjadi salah satu yang terbaik di Asia Tenggara.

“Bahkan, jika dibandingkan dengan negara yang rasio peredaran uang palsunya selalu baik, Thailand, kita menang. Di Thailand, rasio peredaran uang palsunya enam sampai tujuh lembar dari satu juta uang yang beredar,” kata Luctor di Bareskrim Polri Gambir, Jakarta, saat merilis kasus pengungkapan uang palsu, Rabu (18/10).

Luctor mengungkapkan, pada 2015 rasio peredaran uang palsu bahkan mencapai 200 lembar dari satu juta uang yang beredar. Tapi, angka tersebut bisa ditekan. “Penurunan ini drastis karena kami melakukan tindakan preventif dengan edukasi dan sosialisasi serta tindakan tegas dari kepolisian,” ucapnya.

Menurut dia, uang palsu yang paling banyak beredar di masyarakat, yakni rupiah pecahan 100 ribu dan 50 ribu. Rinciannya, yaitu sebesar 40 persen pecahan 100 ribu dan 40 persen pecahan 50 ribu. “Alasannya, ya para pembuat uang palsu itu ingin banyak untung, makanya pecahan terbesar yang dipalsukan,” kata dia.

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri berhasil menangkap enam pelaku jaringan pengedar uang palsu di Pulau Jawa. Penangkapan dilakukan dalam sepekan terakhir. Para pelaku ditangkap secara maraton di empat wilayah yang berbeda, yaitu Majalengka, Bangkalan, Situbondo, dan Cirebon.

"Masing-masing pelaku yang ditangkap memiliki peran berbeda, mulai dari pengedar, yaitu  M dan S, perantara, yaitu Saudara R, pembuat uang palsu, yaitu Saudara T dan G dan pemodal, yaitu Saudara AR," ujar Direktur Tipid Eksus Brigadir Jenderal Agung Setya.

Dari enam orang tersangka yang ditangkap, dua di antaranya merupakan residivis uang palsu yang pernah divonis penjara selama 1,5 tahun. Barang bukti uang palsu yang disita dari para pelaku adalah 313 lembar potongan kertas yang menyerupai rupiah pecahan 100 ribu.

Pemusnahan diduga dilakukan untuk menghilangkan barang bukti. Penyidik telah menemukan dan menyita serpihan dari uang palsu yang dibakar oleh pelaku. Selain itu, juga disita alat pembuat uang palsu, yaitu mesin cetak offset, printer, komputer, alat sablon, beserta tinta.

Melihat kapasitas alat yang digunakan, para pelaku diduga merencanakan untuk mencetak uang palsu dalam jumlah yang besar. "Berkat kerja keras tim dan informasi dari masyarakat, kita berhasil mengungkap kejahatan pemalsuan mata uang rupiah yang dilakukan oleh pelaku," lanjut Agung.

Penyidik juga melakukan penyitaan dua unit mobil dan empat motor sebagai sarana kejahatan yang dilakukan oleh para tersangka. Terhadap pelaku telah dilakukan penahanan oleh penyidik Bareskrim dengan persangkaan Pasal 36 Ayat 1, 2, 3, dan Pasal 37 UU Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang dan Pasal 3 atau Pasal 5 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman hukuman seumur hidup. (Editor: Agus Raharjo).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement