REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, tantangan di sektor perkebunan dan hasil pertanian lainnya pada saat ini sangat kompleks. Salah satunya yakni adanya keterbatasan lahan perkebunan dan pertanian, akibat terjadinya ledakan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan industri.
Kondisi ini sesuai dengan Teori Malthus yang menyebutkan, perkembangan produksi tidak seimbang dengan perkembangan kebutuhan manusia terhadap pangan. Menurut Jusuf Kalla, salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan ini yakni melalui perbaikan teknologi.
"Tantangan kita sekarang dengan konsumen yang naik terus, tapi di lain pihak lahan berkurang karena (permasalahan) lingkungan hidup, iklim berubah, maka solusinya perbaikan teknologi, cuma itu saja," ujar Jusuf Kalla usai Peresmian Pembukaan World Plantation Conferences and Exhibition 2017 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (18/10) lalu.
Perbaikan teknologi di sektor perkebunan sangat penting dilakukan karena menyangkut perekonomian negara. Sebab, sejumlah hasil komoditas perkebunan diantaranya kelapa sawit dan kopi menyumbang pendapatan ekspor bagi Indonesia.
Menurut Jusuf Kalla, riset pengembangan riset teknologi tidak perlu menggunakan anggaran maupun subsidi pemerintah. Sebab, riset bisa dilakukan secara gabungan antar perkebunan milik swasta maupun BUMN. Jusuf Kalla menegaskan, subsidi pemerintah hanya diberikan untuk tanaman pangan saja.
"Dulu riset (gula) di Pasuruan itu dikumpulkan dari pabrik-pabrik gula, riset sawit dari perkebunan-perkebunan sawit. Tidak perlu semuanya pemerintah," kata Jusuf Kalla.
Perbaikan teknologi perkebunan dibutuhkan untuk mengatasi ketidakseimbangan antara ledakan jumlah penduduk, dengan luas lahan maupun produktivitas. Dalam pidatonya Jusuf Kalla mengatakan, apabila pada 2050 jumlah penduduk dunia mendekati 10 miliar orang, maka kebutuhan terhadap makanan dan juga hasil perkebunan akan meningkat sekitar 70 persen.
Jusuf Kalla mengatakan, jika dilihat dari sejarahnya, Indonesia pernah menjadi negara pengekspor hasil perkebunan terbesar. Bahkan, Indonesia pernah menjadi pengekspor gula terbesar sekaligus memiliki lembaga penelitian gula terbaik dunia. Seiring dengan berjalannya waktu, Indonesia kini tidak lagi menjadi negara pengekspor gula namun pengimpor gula.
Menurut Jusuf Kalla, untuk meingkatkan hasil produksi perkebunan tidak hanya dibutuhkan teknologi saja, namun juga disiplin masyarakat. Kedisiplinan yang dimaksud yakni bertanam sesuai waktu di lahan yang cocok, tidak merambah hutan, dan tidak membuka lahan perkebunan di area perbukitan karena dapat menyebabkan longsor.