Selasa 17 Oct 2017 14:51 WIB

Kemendag Bidik 13 Perjanjian Dagang Sampai 2018

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nur Aini
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita melakukan sesi foto usai membahas kerja sama perdagangan dengan Sekretaris Negara Rumania Paula Privanescu dan sejumlah delegasi bisnis asal negara tersebut di Indonesia Convention Exhibition (ICE), Tangerang, Jumat (13/10).
Foto: Republika/Halimatus Sa'diyah
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita melakukan sesi foto usai membahas kerja sama perdagangan dengan Sekretaris Negara Rumania Paula Privanescu dan sejumlah delegasi bisnis asal negara tersebut di Indonesia Convention Exhibition (ICE), Tangerang, Jumat (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan membidik 13 perjanjian dagang global hingga akhir tahun 2018 mendatang. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, 13 perjanjian dagang tersebut antara lain, Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), Indonesia-European Union CEPA, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), serta perjanjian dagang bilateral dengan Inggris, Cile, Peru, Turki dan Maroko.

"Sampai akhir tahun 2018, Insya Allah 13 perjanjian dagang kita selesaikan," kata Mendag, di kantor Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Jakarta, Selasa (17/10).

Khusus perjanjian dagang IA-CEPA, Enggar optimistis kedua negara dapat segera menyepakati kerja sama pada akhir tahun 2017 mendatang. Perundingan IA-CEPA sendiri telah memasuki putaran ke-9.

Saat ini, Indonesia dan Australia tengah merundingkan pemberlakuan tarif bea masuk nol persen untuk tiga komoditi unggulan masing-masing. Indonesia mengajukan produk tekstil, alas kaki dan pakaian. Sementara Australia mengajukan susu skim, baja, dan copper cathode.

Untuk mendorong agar perjanjian dagang dapat segera disepakati, pemerintah telah membentuk Tim Percepatan Perundingan Perdagangan. Mendag menyebut, tim ini bertugas untuk mengonsolidasikan kepentingan-kepentingan di kementerian dan lembaga terkait.

"Perjanjian itu menyangkut kementerian dan lembaga lain. Kalau kita bicara trade in goods saja, kita bilang kita minta turunkan tarif untuk sawit nol persen, kan kita harus bicara juga dengan kementerian dan lembaga. Bagaimana dampaknya pada industri, petani, dan lain-lain," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement