Jumat 13 Oct 2017 20:31 WIB

Hidroponik, Pola Tanam yang Cocok di Daerah Kering

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Friska Yolanda
Pertanian sistem hidroponik vertikultur di BBPP Lembang hasilkan Rp 6,7 juta per bulan.
Foto: Republika/Melisa Riska Putri
Pertanian sistem hidroponik vertikultur di BBPP Lembang hasilkan Rp 6,7 juta per bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sistem pertanian hidroponik rupanya menjadi cara jitu untuk mendorong sektor pertanian di daerah kering. Meski menggunakan air sebagai media tumbuhnya, jumlah yang diperlukan tidak besar.

"Itu bagus untuk lahan sulit air karena diserap hanya seperlunya," ujar Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang Bandel Hartoko dalam acara lokakarya media, Kamis (13/10).

Ia menjelaskan, air dan nutrisi merupakan hal penting bagi tanaman hidroponik yang penyerapannya jauh lebih efektif. Air yang dialirkan nantinya akan terus berputar untuk menyalurkan nutrisi pada tanaman lain. Sementara, penyiraman yang dilakukan pada pertanian konvensional justru membuat air terbuang ke tanah atau menguap.

Namun, ada beberapa hal penting yang perlu diketahui bagi petani di daerah kering yang ingin menerapkan sistem hidroponik ini, yakni pilihan tanaman. Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai baik untuk mengembangkan melon hidroponik.

Kondisi panas akan membuat melon yang dihasilkan memiliki rasa lebih manis, begitu juga dengan sayuran daun. Namun, tidak dengan tomat. Menurutnya, tomat pada iklim panas tidak dapat tumbuh maksimal layaknya tomat yang ditanam pada suhu rendah.

Seorang mahasiswa asal NTT yang tengah mempelajari hidroponik di BBPP Lembang sempat mengusulkan ide pemasangan double screen UV pada rumah kaca hidroponik. Hal tersebut diharapkan mampu meminimalisir paparan intensitas uv. Ide tersebut disambut baik Bandel meski pihaknya belum melakukan uji coba tersebut.

"Mungkin bisa dicoba," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement