REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan sepuluh kebijakan utama yang akan menjadi langkah pokok sesuai arah tujuan 2017-2022 yang telah dikeluarkan Dewan Komisioner OJK.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat membuka Rapat Kerja Strategis Otoritas Jasa Keuangan 2018 dengan tema Mewujudkan OJK yang Kredibel dan Berperan Nyata dalam Pembangunan yang Berkeadilan di Kantor OJK Kompleks Bank Indonesia Jakarta, Senin (9/10).
Menurut Wimboh, arah tujuan atau destination statement OJK 2017-2022 yakni menjadi lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen dan kredibel. Hal itu dalam mewujudkan sektor jasa keuangan yang tangguh dan tumbuh berkelanjutan serta mampu melindungi konsumen dan masyarakat dan berperan memfasilitasi melalui kebijakan sektor jasa keuangan dalam mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan.
"Untuk mencapai destination statement ini, OJK telah merumuskan empat inisiatif strategis yakni, mewujudkan OJK menjadi lembaga pengawas yang independen dan kredibel, yang didukung kapasitas internal yang handal; mewujudkan Sektor Jasa Keuangan (SJK) yang tangguh, stabil, berdaya saing dan tumbuh berkelanjutan; mewujudkan SJK yang berkontribusi terhadap pemerataan kesejahteraan; serta mewujudkan perlindungan konsumen yang handal untuk mendukung terciptanya keuangan inklusif," ujarnya melalui siaran pers.
Wimboh mengatakan, OJK telah mencatat beberapa tantangan yang dihadapi dan harus diatasi. Hal itu di antaranya, masih terbatasnya sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah; ukuran dan daya saing sektor jasa keuangan Indonesia dibandingkan dengan kawasan regional dan internasional masih cukup rendah; perkembangan financial technology yang memerlukan kebijakan yang tepat dari OJK; tingkat inklusi keuangan masyarakat masih rendah dan tidak merata membuat pemerataan kesejahteraan masyarakat menjadi sulit; dan maraknya penawaran investasi illegal yang merugikan masyarakat.
Untuk menghadapi tantangan itu, OJK menetapkan sepuluh arah kebijakan OJK, yakni pertama mengembangkan dan melaksanakan Pengawasan SJK berbasis Teknologi Informasi IT Based Supervision. "OJK akan mengimplementasikan IT based supervision dan pengembangan sistem informasi untuk mendukung pengawasan, baik solo basis maupun terintegrasi," ujarnya.
Kedua, Penguatan Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan. Pengaturan, perizinan dan pengawasan terintegrasi bagi konglomerasi keuangan harus mampu mewujudkan konglomerasi keuangan yang tangguh, sehat, dan berkontribusi optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi serta stabilitas sistem keuangan.
Ketiga, mengimplementasikan Standar Internasional Prudensial yang Best Fit dengan Kepentingan Nasional. Standar internasional prudensial yang best fit mengandung arti tidak setiap jurisdiksi memiliki kepentingan nasional yang sama. Setiap jurisdiksi memiliki karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu OJK akan menerapkan standar internasional prudensial yang tentu disesuaikan dengan karakteristik SJK dan kepentingan nasional Indonesia.
Keempat, meformasi IKNB untuk mewujudkan IKNB yang kuat dan berdaya saing. Reformasi pengaturan, perizinan, pengawasan dan exit policy di IKNB dan konsolidasi jumlah pelaku di industri agar lebih berdaya saing.
Kelima, efisiensi di Industri Jasa Keuangan untuk mewujudkan IJK yang berdaya saing. Efisiensi di industri jasa keuangan untuk mendukung peningkatan daya saing dan upaya penurunan suku bunga kredit.
Selanjutnya, arah kebijakan keenam, Revitalisasi Pasar Modal dalam Mendukung Pembiayaan Pembangunan Jangka Panjang. Hal itu dilakukan dengan tiga langkah, yakni OJK akan mendorong pengembangan sisi demand, supply, intermediaries, dan infrastruktur; OJK akan mendorong berkembangnya instrumen pasar modal dan derivatif di regulated market, yang didukung dengan infrastruktur transaksi dan setelmen yang handal; serta OJK akan mengembangkan pasar derivatif.
Ketujuh, mengoptimalkan peran financial technology melalui pengaturan, perizinan dan pengawasannya yang memadai. Caranya dengan memperkuat pengaturan dan pengawasan terhadap perkembangan Fintech di Indonesia agar manfaat dari kehadiran fintech dapat diperoleh dengan risiko yang terkendali no blank spot pengaturan dan pengawasan, dan no regulatory arbitrage; serta membentuk National Financial Technology Center.
Kedelapan, mengurangi tingkat ketimpangan melalui penyediaan Akses Keuangan. Hal itu dilakukan dengan mengefektifkan peran Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD); serta memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembiayaan kepada masyakat dan usaha mikro kecil di berbagai daerah, termasuk di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal).
Kesembilan, meningkatkan efektivitas kegiatan Edukasi dan Perlindungan Konsumen. "Edukasi keuangan kepada berbagai komunitas di berbagai daerah harus lebih terarah, juga dengam mengoptimalkan peran Satgas Waspada Investasi di daerah untuk mencegah masyarakat terjerumus investasi ilegal yang makin marak," ujarnya.
Arah kebijakan kesepuluh yakni mendorong peningkatan peran serta keuangan syariah dalam mendukung penyediaan sumber dana pembangunan. Hal itu dilakukan dengan tiga langkah, yakni konsolidasi lembaga keuangan syariah untuk meningkatkan kapasitasnya; meningkatkan kontribusi Pembiayaan Syariah dalam membiayai Sektor Prioritas Pemerintah; serta meningkatkan tingkat pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan syariah.
Untuk melaksanakan tugas besar tersebut serta menjawab berbagai tantangan dan harapan dari masyarakat dan stakeholders, lanjutnya, OJK membutuhkan organisasi OJK yang kuat dan solid. Oleh karena itu, diperlukan pembenahan berbagai aspek manajemen internal agar keputusan lebih cepat, proses kerja organisasi dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien, infrastruktur kerja dan IT yang dapat mengimbangi tuntutan OJK ke depan, ucapnya.