Ahad 08 Oct 2017 21:00 WIB

Pemerintah Bisa Telusuri Dana di Kasus Standard Chartered

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Standard Chartered
Foto: EPA/FACUNDO ARRIZABALAGA
Standard Chartered

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan pemerintah dapat menelusuri pemindahan dana nasabah Indonesia dari Eropa ke Singapura yang nilainya mencapai 1,4 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 18,9 triliun. Regulator di Eropa dan Asia saat ini tengah menyelidiki Standard Chartered terkait transfer dana dari Guernsey ke Singapura milik nasabah Indonesia.

Menurut Yustinus, dilihat dari kronologinya, mereka memindahkan dana saat Eropa sedang mengetatkan kontrol terhadap perbankan dalam konteks pertukaran informasi. Singapura dipilih sebagai negara untuk tempat mengalirkan dana karena lebih aman. Sebab, keikutsertaan Singapura dalam pertukaran informasi lebih belakangan.

Menurut Yustinus, ada kemungkinan aliran dana tersebut merupakan praktik untuk menghindari pajak. Namun, tidak menutup kemungkinan ada motif-motif lain yang terkait dengan money laundring atau pencucian uang, maupun perdagangan ilegal.

"Sekarang dengan beberapa kerja sama internasional kita bisa melakukan beberapa hal, misalnya sekarang kita menjadi anggota Financial Action Task Force dan kita juga bisa minta tolong ke negara lain yang kira-kira menyimpan dana orang Indonesia, lalu ke Singapura kita juga bisa bertukar informasi," ujar Yustinus ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (8/10).

Yustinus menjelaskan, di era keterbukaan informasi ini sebetulnya segala cara dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menelusuri aliran dana tersebut. Selain itu, di dalam negeri juga perlu koordinasi yang baik antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kejaksaan Agung serta Kepolisian Republik Indonesia dan TNI jika memang benar aliran dana ini melibatkan pihak militer.

Menurut Yustinus, kasus ini dapat menjadi sinyal apakah pemerintah berkomitmen untuk melakukan law enforcement setelah program amnesti pajak. Apalagi Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan pada 8 Mei 2017 lalu.

"Saya kira pemerintah harus serius memanfaatkan (sistem keterbukaan informasi) ini," kata Yustinus.

Di sisi lain, apabila pemerintah sudah menemukan identitas yang mengalirkan dana tersebut maka bisa dicek apakah yang bersangkutan sudah mengikuti amnesti pajak. Menurut Yustinus, jika yang bersangkutan sudah mengikuti amnesti pajak maka kejahatan pajaknya sudah diampuni. Namun perlu diselidiki lagi mengenai adanya kemungkinan motif lain seperti pencucian uang. Jika dalam penelusuran ditemukan adanya pencucian uang, maka hal ini tidak bisa diampuni dan harus ditindak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement