Ahad 08 Oct 2017 14:26 WIB

BRI Dukung Korporatisasi Petani di Tasikmalaya

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Elba Damhuri
Penandatanganan dukungan dan kerja sama BRI dalam mewujudkan korporatisasi pertanian di Tasikmalaya, Ahad (8/10).
Foto: BRI
Penandatanganan dukungan dan kerja sama BRI dalam mewujudkan korporatisasi pertanian di Tasikmalaya, Ahad (8/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Rakyat Indonesia (BRI) Mendukung program pemerintah dalam mendorong penerapan pengelolaan pertanian secara korporat (korporatisasi pertanian) di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan dukungan keuangan dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kartu Tani kepada petani yang terlibat dalam korporatisasi.

Untuk mendorong korporatisasi petani ini, BRI terlibat dalam mempersiapkan implementasi korporatisasi. Ini mulai dari kegiatan survei, sosialisasi lahan dan petani hingga pembentukan kelembagaannya.

"Pendirian usaha ini diharapkan dapat mendorong kemajuan pertanian dan ekonomi desa di Kabupaten Tasikmalaya," kata Sekretaris Perusahaan BRI Hari Siaga Amijarso dalam siaran pers Ahad (8/10).

Kecamatan yang menjadi lokasi percontohan korporatisasi pertanian antara lain Kecamatan Cisayong, Kecamatan Sukaratu, dan Kecamatan Sukahening (Cisuka). Pengambilan lokasi percontohan ini berdasarkan penandatanganan bersama akta pendirian PT Mitra BUMDes bersama Cisuka, Jumat (6/10).

Sebagai pelaksana korporatisasi pertanian, Cisuka juga diharapkan dapat menjalankan prinsip tata kelola perusahaan yang unggul. Juga, mampu menciptakan SDM profesional yang didukung oleh permodalan, sarana prasarana, teknologi yang lebih baik serta adanya kepastian pasar.

Konsep korporatisasi pertanian ini mencakup adanya luas areal lahan per kluster kurang lebih 4.000 hektare. Untuk memenuhi hal ini, di Kabupaten Tasikmalaya dibuat satu kluster percontohan yang melibatkan tiga kecamatan yang berdekatan, yaitu Kecamatan Cisayong, Sukaratu, dan Sukahening, dengan total luas lahan gabungan mencapai 4.511 hektare.

Standar luasan ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan produksi komoditas pangan dalam skala ekonomi yang lebih besar. Dengan begitu, kata Hari, petani atau kelompok tani tidak berjalan sendirian dan dapat bersinergi satu dengan yang lainnya.

Selama ini komoditas pangan diproduksi para petani secara terpecah-pecah dengan luas lahan yang kecil. "Dampaknya, produksi pangan tidak bisa dikelola secara lebih produktif," tegas Hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement