Selasa 26 Sep 2017 17:36 WIB

Menteri Susi Ingatkan Kejahatan Kelautan Hancurkan Ekonomi

Rep: Amri Amrullah/ Red: Elba Damhuri
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat berbicara di forum PBB tentang Kejahatan Kelautan dan Perikanan di Vienna, Senin (25/9).
Foto: KKP
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat berbicara di forum PBB tentang Kejahatan Kelautan dan Perikanan di Vienna, Senin (25/9).

REPUBLIKA.CO.ID, VIENNA -- Sejak beberapa tahun belakangan, pemberantasan illegal, unreported, and unregulated (IUU) Fishing telah menjadi salah satu prioritas Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Berbagai usaha dilakukan KKP untuk meningkatkan kesadaran negara-negara akan bahaya IUU Fishing yang seringkali diikuti dengan kejahatan industri perikanan yang bersifat lintas batas dan terorganisasi.

Untuk itu, pada Senin (25/9) lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menghadiri pembukaan The 3rd International Symposium on Fisheries Crime di markas PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) Vienna, Austria. Turut hadir dalam simposium tersebut Menteri Perikanan Norwegia Per Sandberg, Sekretaris Jenderal Dewan Menteri Norwegia Dagfinn Hoybraten, dan Menteri Pertanian dan Republik Ekuador Ana Katuska Drouet.

Menteri Susi menyampaikan kejahatan industri perikanan lintas batas dan terorganisasi telah melemahkan hukum dan kedaulatan negara. Kejahatan ini tak hanya mengancam keberlanjutan pangan, tetapi juga berdampak negatif terhadap ekonomi, merusak lingkungan, dan merongrong hak asasi manusia.

FV Viking, kata Menteri Susi, adalah salah satu contoh praktik penangkapan ikan ilegal dan melanggar kedaulatan suatu negara. Kapal ini memiliki 25 bendera sehingga kapal dapat berganti bendera setiap saat. Mereka juga dengan mudahnya memalsukan dokumen registrasi dan perizinan.

"Kita semua juga telah menyaksikan kapal FV Hua Li 8, kapal berbendera Tiongkok, yang telah melakukan penangkapan gurita ilegal di perairan Argentina," papar Menteri Susi dalam pidatonya.

Menurut Menteri Susi, kejahatan perikanan ini sudah terjadi mulai dari perencanaan penangkapan ikan yang berkaitan dengan asuransi, kepemilikan kapal, dan perizinan kapal. Juga, korupsi dalam perolehan izin, pemalsuan dokumen, penggelapan pajak, pencucian uang, perdagangan orang, dan perdagangan obatan-obatan terlarang.

Kejahatan ini juga seringkali melibatkan banyak pihak yang berdomisili di berbagai negara. "Kita harus mengingat bahwa kedaulatan wajib diperjuangkan dan dipertahankan," Susi menegaskan.

Menteri Susi mengajak peserta untuk menemukan solusi atas keterbatasan yang kadang dimiliki oleh peraturan perundang-undangan. Sebagai informasi, The 3rd International Symposium on Fisheries Crime ini merupakan pertemuan lanjutan dari simposium sebelumnya yang telah diselenggarakan di Yogyakarta (Oktober 2016) dan Cape Town, Afrika Selatan (September 2015).

Simposium kali ini diselenggarakan atas kerja sama antara UNODC, Pemerintah RI, Pemerintah Norwegia, Interpol, the Nordic Council of Ministers, the North-Atlantic Fisheries Intelligence Group (NA-FIG), dan Pescadolus Network.

Beberapa topik yang akan dibahas dalam simposium ini di antaranya tantangan global dalam menangani kejahatan perikanan; kasus-kasus kejahatan ekonomi di bidang perikanan; kategori 'kejahatan terkait' dalam rantai sektor perikanan; kasus-kasus kejahatan lintas negara yang terorganisir di bidang perikanan.

Kemudian, soal perdagangan orang dalam industri perikanan; program-program peningkatan kapasitas; dan peran antar-organisasi pemerintah dalam membantu negara-negara memerangi kejahatan perikanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement