REPUBLIKA.CO.ID, -- Siapa yang tidak ingin tinggal di kota modern dengan infrastruktur yang menunjang kualitas kehidupan dan mobilitas warganya? Itulah salah satu alasan besarnya niat para profesional muda untuk tinggal di ibukota. Namun, Jakarta tampak semakin kewalahan untuk mewujudkan dirinya sebagai kota idaman para profesional muda itu.
Apa akar permasalahan dan solusinya? Akar permasalahan sebenarnya terletak pada tata ruang dan daya tampung Jakarta yang sudah tidak mampu lagi menampung derasnya arus urbanisasi ke ibukota. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pertumbuhan urbanisasi di Indonesia mencapai 4,1 persen, lebih tinggi dibandingkan Cina di angka 3,8 persen dan India di 3,1 persen. Tingginya pertumbuhan urbanisasi juga menggambarkan betapa sesaknya daerah perkotaan karena diisi oleh banyak orang.
Di sisi lain, Jakarta merupakan ibukota yang sama sekali tidak direncanakan untuk menjadi kota metropolitan seperti sekarang ini. Situasi ini menjadi berkah tersembunyi bagi kota-kota satelit lainnya untuk belajar dari Jakarta dalam membangun kotanya dengan perencanaan yang matang, seperti yang terjadi di Bangkok dan Kuala Lumpur. Jika Bangkok memiliki program Bangkok250 untuk mendesain masa depan kota tersebut, maka Kuala Lumpur punya program serupa dengan nama Kuala Lumpur Structure Plan 2020.
Pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sudah mempersiapkan solusi yang disebut Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN) yang mencanangkan pembangunan 100 kota modern di Indonesia pada tahun 2050.
Dengan terbangunnya kota-kota modern itu diharapkan arus urbanisasi tidak lagi tertuju hanya ke Jakarta, tapi dapat tersebar secara merata ke kota-kota modern di sekitarnya. Seperti yang diketahui, kabupaten-kabupaten sekarang ini mengalami limpahan penduduk setiap tahunnya ke kota-kota besar di sekitarnya. Misalnya, banyak pekerja di Jakarta saat ini tinggal di kota-kota kabupaten di sekitar Jakarta seperti Tangerang dan Cikarang untuk mendapatkan harga hunian yang lebih terjangkau.
Melihat hal ini, guru besar tata ruang dari Universitas Indonesia Rudy Tambunan mengatakan integrasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten memainkan peran penting bagi terwujudnya pembangunan kota-kota modern seperti tertuang dalam KSPPN, yang menyertakan adanya integrasi antara ruang terbuka hijau yang memadai, hunian, dan pembangunan infrastruktur, termasuk sistem jalan, sarana transportasi, pusat bisnis, yang menunjang mobilitas penghuni sebuah kota modern. Menurut Rudy diperlukan sinergi antara Pemerintah, masyarakat dan kalangan bisnis. Kuncinya adalah terus menciptakan dan menjaga sinergi tersebut.
Sebagai contoh pembangunan kota modern, pembangunan kota Meikarta yang dilakukan oleh Lippo Group di Cikarang. Pembangunan hunian, kawasan ruang terbuka hijau seluas 100 hektare dan sistem jalan yang mengadopsi sistem ‘grid’ seperti yang dilakukan di New York dan compact city (memanfaatkan tanah semaksimal mungkin supaya sarana pendukungnya memadai) di Singapura merupakan contoh dari pembangunan kota modern yang terintegrasi. Sistem grid ini dapat mewujudkan sinergi infrastruktur dengan aktivitas gaya hidup dari masyarakat secara lebih efisien.
“Sistem penataan ruang kota modern dapat mengakomodir kebijakan-kebijakan pemerintah pusat di daerah, contohnya pembangunan kereta cepat, dan dinamika pembangunan daerah. Dinamika di sini dalam artian menunjukkan manfaat ekologis dari penataan kepadatan bangunan,” kata Rudy.
Apabila kota-kota satelit yang ada di sekitar Jakarta bahkan Indonesia mau mengadopsi konsep di atas dan mengintegrasikan rencana mereka dengan stakeholder terkait, maka pembangunan 100 kota modern sesuai dengan KSPPN dapat terwujud. Dengan demikian, para profesional muda memiliki pilihan lain untuk memulai hidupnya di kota idaman mereka.
Pakar perkotaan Yayat Supriatna mengatakan, pengembangan kota baru harus juga memperhatikan utilitas sarana dan prasarana. Misalnya infrastrukrur tansportasi, fasilitas kesehatan dan pendidikan. "Selama kota baru memiliki itu tidak ada masalah,"katanya
Dia mengatakan, Meikarta misalnya, jika memiliki sarana dan prasarana tersebut, justru akan baik sebagai kota baru. "Tinggal bagaimana mensinkronkan denhan pemerintah daerah saja terkait perijinan dan lainnya," kata dia. (ril)