Ahad 17 Sep 2017 17:51 WIB

Pemerintah Perlu Tingkatkan Kapasitas Infrastruktur Gas

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Pengunjung menghadiri pameran teknologi infrastruktur gas alam di Jakarta, Selasa (22/3).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
[ilustrasi] Pengunjung menghadiri pameran teknologi infrastruktur gas alam di Jakarta, Selasa (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu alasan mengapa Indonesia membuka kerja sama dengan Singapura dalam tata kelola gas adalah masih kurangnya infrastuktur gas dalam negeri. Tiga infrastuktur gas mulai dari regasifikasi, tempat penyimpanan dan pipa penyaluran hanya ada di wilayah timur Indonesia.

Hal ini dinilai menjadi poin evaluasi terhadap pemerintah sehingga kedepan pemerintah harus bisa meningkatkan kapasitas infrastruktur gas. Pengamat Energi, Reforminer, Pri Agung Rakhmanto menilai pemerintah bisa melakukan penambahan infrastruktur gas di dalam negeri dengan menggandeng BUMN dan perusahaan energi domestik. Ia melihat, hal ini lebih penting ketimbang harus bekerjasama dengan Singapura yang hanya menjadi penyalur.

"Kalau tidak ada jaminan bahwa Singapura bisa memberi harga lebih murah, kenapa harus bersama singapura kerja samanya. Kalau memang alasan untuk menekan harga, maka mestinya pemerintah juga perlu membenahi infrastuktur gas yang selama ini membuat harga gas yang diterima konsumen gas lebih murah," ujar Pri Agung saat dihubungi Republika, Ahad (17/9).

Pri Agung mengatakan, Singapura sendiri tidak mempunyai produksi gas, mereka hanya memiliki fasilitas yang memadai sehingga bisa menyuplai kebutuhan gas di wilayah barat Indonesia. Bahkan LNG yang digunakan oleh Singapura juga kemungkinan berasal dari LNG dalam negeri Indonesia.

"Harga landed price masih 6 sampai 7 dolar per mmbtu, belum biaya regasifikasi. Maka kenapa kita tidak lebih baik yang membangun infrastruktur itu. Hal ini tentu akan memberikan efek perekonomian yang lebih besar dibandingkan jika yang melakukan pihak Singapura dan dibangun atau menggunakan infrastruktur milik mereka," ujar Pri Agung.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan sempat mengusulkan membuka kerja sama dengan Singapura untuk pembangunan infrastruktur gas dan distribusi gas yang lebih murah. Kebijakan ini diambil Luhut, sebab menurutnya, harga gas di Sumatra dan Kalimantan masih mahal dibandingkan di wilayah timur Indonesia.

Luhut menjelaskan, pilihan distribusi LNG dari dua perusahaan Singapura tersebut karena lokasinya yang lebih dekat dengan terminal regasifikasi. Alhasil, harga LNG yang didistribusi diprediksi dapat menjadi lebih murah.

Selama ini, LNG yang dimiliki Indonesia sebagian besar berasal dari wilayah bagian Timur. Jika didistribusikan ke lokasi regasifikasi maka harganya dapat melonjak. "Kalau kita mau terang-terangan juga sebagian besar gas kita kan datang dari Indonesia Timur. Sehingga mahal kalau mau ditarik sampai ke Nias," ujar Luhut pekan lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement