Kamis 31 Aug 2017 18:47 WIB

Kementan Turunkan Tim Pantau Antraks Jelang Kurban

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Qommarria Rostanti
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian mengerahkan tim khusus untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit antraks di Sulawesi Selatan dan Gorontalo.
Foto: Dok Humas Kementan
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian mengerahkan tim khusus untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit antraks di Sulawesi Selatan dan Gorontalo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian mengerahkan tim khusus untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit antraks di Sulawesi Selatan dan Gorontalo. Sebelum kirimkan tim khusus, Kementan telah melakukan investigasi dan pengambilan sampel untuk pengujian laboratorium, serta memberikan bantuan vaksin dan obat-obatan.

Kepala Balai Besar Veteriner Maros, salah satu UPT (Unit Pelaksana Teknis ) Ditjen PKH, Sulaxono Hadi, mengatakan vaksinasi massal telah dilakukan di dua wilayah itu."Vaksinasi terhadap 300 ekor sapi dan pengobatan terhadap 118 ekor sapi. Hingga saat ini kasus telah bisa dikendalikan dan tidak ditemukan kematian sapi," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (31/8) siang.

Bantuan vaksin dan obat-obatan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan juga telah diberikan kepada masyarakat pada 24 Agustus 2017 berupa vaksin antraks sebanyak 2.000 dosis, injectamin 10 botol, antibiotik sebanyak 14 botol, desinfektan 7 liter, obat cacing 2 pot dan formalin 5 liter.

Berdasarkan laporan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Maros disampaikan bahwa kasus penyakit antraks terjadi di Sulawesi Selatan, tepatnya di Dusun Moncongjai, Desa Rompegading, Kecamatan Cenrana. Sapi yang mati di lokasi tersebut hanya tiga ekor yaitu satu ekor terjadi pada 8 Agustus 2017, satu ekor pada 11 Agustus dan satu ekor sapi pada 21 Agustus 2017. 

Menurut Sulaxono, pada 22 Agustus 2017 Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Maros, beserta pihak kepolisian telah melakukan investigasi ke lapangan untuk mengetahui penyebab kematian ternak sapi dan melakukan pengambilan sampel potongan telinga ternak yang mati. Dari sampel potongan telinga sapi yang mati tersebut, selanjutnya dilakukan pengujian di Laboratorium Bakteriologi  Balai Besar Veteriner Maros. Sulaxono menjelaskan, berdasarkan hasil pengujian sampel tersebut pada 23 Agustus 2017, telah teridentifikasi dan diyakini adanya kuman Bacillus Anthracis. Kuman Bacillus Anthracis  merupakan kuman penyebab penyakit antraks.

Berdasarkan laporan tersebut, Balai Besar Veteriner Maros pada 24 Agustus 2017, bersama dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan, dan Dinas Pertanian Ketahanan Pangan Kabupaten Maros, langsung melakukan gerak cepat mengerahkan tim ke lapangan untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian penyebaran penyakit antraks tersebut.

Tindakan yang telah dilakukan diantaranya melakukan isolasi terhadap sapi yang berada di daerah tersebut agar tidak digembalakan dan dibawa keluar dari desa tertular, melakukan pengobatan dan melaksanakan vaksinasi antraks, melakukan penyemprotan desinfektan pada tanah yang tercemar, melakukan penguburan dan pembakaran terhadap bangkai sapi, melakukan kepedulian publik kepada masyarakat melalui televisi, media cetak, dan radio.

Tim gabungan sampai saat ini masih melakukan kegiatan pengamanan dan pengendalian bersama dinas dan kepolisian setempat. Dalam investigasi yang dilakukan oleh tim tersebut, diperoleh laporan adanya enam ekor sapi yang mati pada 28 Agustus 2017, milik seorang peternak bernama Usman Ismail di Kelurahan Bolihuangga dan Kelurahan Tenilo Kecamatan Limboto.

Pengambilan sampel terhadap ternak yang mati telah dilakukan oleh petugas dinas untuk diperiksa secara cepat dengan pewarnaan sederhana di laboratorium kabupaten. Hasil pengujian cepat di laboratorium kabupaten menunjukkan adanya kuman batang papak, yang diduga kuat merupakan kuman Bacillus Anthracis. Pada 30 Agustus 2017, saat Tim BBVet Maros dan Tim Direktorat Kesehatan hewan di lapangan, menjumpai adanya empat ekor sapi mati di kelurahan yang sama yang diduga terserang Antrax. Pengambilan sampel telah dilakukan  Tim untuk diuji di Laboratoriun Bakteriologi BBVet Maros.

Tim gabungan langsung melakukan tindakan cepat sebagai upaya mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit antraks di daerah 5tersebut, di antaranya pada 28 Agustus telah dilakukan vaksinasi sebanyak 295 ekor sapi dan pengobatan antibiotika terhadap 117 ekor sapi, melakukan penutupan wilayah tertular, menjaga lalu lintas ternak bekerja sama dengan kepolisian setempat dan melakukan pelarangan bagi peternak untuk melalu lintaskan ternak sapinya keluar desa dan kecamatan tertular, dan melakukan komunikasi dan edukasi kepada masyarakat terkait dengan tata cara penanganan dan pengendalian penyakit antraks.

Pemerintah pusat melalui timnya telah memberikan bantuan obat-obatan untuk peternak pada 30 Agustus berupa Limoxin 42 botol, Buposolamin 12 botol, serta Destan 12 botol. Saat ini tim masih di lokasi untuk melaksanakan investigasi, serta tindakan yang diperlukan di lapangan.

Hari ini Tim BBVet Maros bersama dengan Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo, Balai Karantina Pertanian Kelas II Gorontalo serta TNI, juga melakukan pengawasan intensif di pasar, kios daging dan tempat pemotongan hewan serta tempat penampungan hewan kurban di Gorontalo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement