REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, pengelolaan pertambangan di Tanah Air harus disesuaikan dengan kontraknya. Hal ini agar pengelolaan tambang di Indonesia bisa berjalan dengan efisien.
"Karena itu, kontraknya selalu 20 tahun. (Tiap) 20 tahun diperpanjang lagi, apabila tidak memenuhi syarat maka dihentikan," ujar Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (28/8).
Jusuf Kalla menjelaskan, pengelolaan sumber daya alam Indonesia sudah dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar Pasal 33. Dalam pasal tersebut, arti kata menguasai berarti pemerintah ikut memiliki dan ada undang-undang yang mengatur. Oleh karena itu, investasi komoditas tambang memerlukan izin dari pemerintah.
Jusuf Kalla mencontohkan, pemerintah telah menetapkan divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51 persen. Menurut Jusuf Kalla, dengan memperbesar saham pemerintah di Freeport, maka pemerintah sudah memiliki dan menguasai. "Ada unsur memiliki dengan memperbesar saham pemerintah di lembaga (Freeport) itu," ujar Jusuf Kalla.
Dia menambahkan, Indonesia dan juga negara negara lain di dunia tetap membutuhkan investasi asing di bidang pertambangan. Pemerintah tidak bisa menyiapkan investasi di bidang pertambangan karena membutuhkan modal yang besar, dan adanya keterbatasan anggaran.
"Kita butuh skill, modal, dan pasar, sehingga perlu kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kuat dari perusahaan Indonesia," kata Jusuf Kalla.