Senin 28 Aug 2017 14:10 WIB

APTRI Minta Impor Gula Konsumsi Dibatasi

Petani gula melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/8).
Foto: Republika/Taufiq Alamsyah Nanda
Petani gula melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia meminta kepada pemerintah agar membatasi impor gula konsumsi sesuai dengan kebutuhan dan tidak boleh dipasarkan pada saat musim giling.

"Gula tani saat ini tidak laku karena banyaknya gula impor masuk pasar konsumsi baik dari gula impor untuk konsumsi maupun dari rembesan gula rafinasi. Termasuk yang menyebabkan harga gula turun adalah adanya PPN, akan tetapi saat ini gula tani sudah bebas PPN," demikian pernyataan sikap Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani tebu Rakyat Indonesia (APTRI) ditandatangani Ketua Umum Soemitro Samadikoen dan Sekretaris Jenderal M Nur Khabsyin yang diterima di Jakarta, Senin (28/8).

Pernyataan sikap yang tergabung dalam Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia ( APTRI) disampaikan dalam unjuk rasa tanggal 28 Agustus 2017 di Istana Negara, Kantor Menteri Perdagangan dan Kantor Menteri BUMN.

Dikatakan, harga gula tani tahun ini merosot tajam yakni rata-rata Rp 9.000-Rp 9.500 per kilogram dibanding tahun 2016 bisa mencapai rata-rata Rp 11 ribu-Rp 11.500 per kilogram. Ada kerugian yang sangat besar yakni Rp 2.000 per kilogram kalau dikalikan seluruh gula tani sekitar satu juta ton maka total kerugian mencapai Rp 2 triliun.

Kebutuhan gula konsumsi pada tahun 2016 sebesar 2,7 juta ton, sedangkan produksi gula dalam negeri 2,3 juta ton sehingga masih ada kekurangan 400 ribu ton. Impor gula pada tahun 2016 sekitar 1,6 juta ton sementara kebutuhan hanya 400 ribu ton sehingga ada kelebihan 1,2 juta ton yang membanjiri pasar pada tahun 2017 ini, akibatnya gula tani musim giling tahun 2017 tidak bisa terserap pasar alias tidak laku.

APTRI juga minta gula tani dibeli pemerintah Rp 11 ribu per kilogram dan menolak pembelian Rp 9.700 per kilogram oleh Bulog. Karena harga Rp 9.700 masih dibawah biaya pokok produksi dan selisihnya jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan yakni Rp 12.500 per kilogram sehingga margin untuk distribusi terlalu besar.

Harga acuan gula tani sebesar Rp 9.100 per kilogram dinilai sangat rendah karena masih dibawah Biaya Pokok Produksi (BPP). BPP gula tani sebesar Rp 10.600 per kilogram, akibat dari rendemen rendah, produktifitas rendah dan biaya garap yang naik. "Kami minta ada kenaikan HPP menjadi Rp 11 ribu per kilogram," demikian pernyataan sikap itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement